Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah terus mengupayakan proses evakuasi terhadap 9.083 warga yang berada di Pulau Tagulandang dalam radius 7 kilometer dari pusat erupsi Gunung Ruang, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, sebagaimana rekomendasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Hal itu disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto  saat memimpin rapat koordinasi penanganan bencana erupsi Gunung Ruang di Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Kota Manado, Kamis 2 Mei 2024.

Menurut Suharyanto, sudah ada 3.364 pengungsi yang telah dievakuasi keluar dari Pulau Tagulandang. Sementara itu masih ada 5.719 jiwa dalam proses evakuasi yang dilakukan secara bertahap.

"Paling tidak ada 9.000 lebih warga dalam radius tujuh kilometer yang segera harus diungsikan," jelas Suharyanto.

Adapun proses evakuasi warga ini dilakukan menggunakan beberapa armada kapal, seperti KM Glory Mery, KRI Kakap-811, KM Marina Bay, KM Lohoraung, KPL Basarnas, KM Lokongbanua, KM Barcelona Lii, dan KM Beacukai. Proses evakuasi ini dilakukan secara bertahap sejak 30 April hingga 2 Mei 2024 dan diharapkan dapat selesai dalam waktu tiga hari ke depan.

"Mudah-mudahan dalam tiga hari ini proses evakuasi ini bisa selesai," kata Suharyanto.

Lokasi pengungsian sementara bagi warga yang dievakuasi ini telah disiapkan oleh pemerintah di beberapa titik, seperti Sentra Tumou Tou Manado, Sentra di Paal 4 UPT Kemensos, Bapelkes Malalayang, BLK Bitung, Pulau Siau, dan beberapa wilayah lain secara mandiri.

Menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan, secara historis Gunung Ruang sangat lazim mengeluarkan awan panas. Gunung api berjenis stratovolkano ini juga tercatat mengalami rentetan erupsi yang berdampak langsung terhadap kehidupan maupun penghidupan manusia.

"Ternyata dari historisnya Gunung Ruang ini memang sangat lazim mengeluarkan awan panas. Jadi sudah tepat memang ini daerah berbahaya," jelas Hendra.

Menurut catatan, erupsi Gunungapi Ruang terjadi pada tahun 1808, 1810, 1840, 1856, 1870, 1871, 1874, 1889, 1904-1905, 1914, 1915, 1918, 1940, 1946, 1949, 2002 dan 2024. Bahkan Hendra mengatakan bahwa kejadian erupsi pada  1871 juga memicu terjadinya gelombang tsunami dan memakan korban hingga 400 orang.

Atas dasar itu maka pemerintah akan mengambil langkah permanen untuk memindahkan permukiman warga, khususnya yang berada di Pulau Ruang, pulau utama di kaki Gunung Ruang, ke lokasi yang lebih aman.