Bagikan:

NTB - Bidang Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak membahas kerugian negara dalam penanganan kasus pengeboran air tanah tanpa izin atau ilegal di kawasan wisata Gili Trawangan.

"Jadi, kalau kerugian negara itu yang menangani Subdit Tipikor, kalau di kami tidak ada, yang ada tentang pemanfaatan sumber daya air, tentang dampak lingkungan terhadap adanya aktivitas pengeboran air tanah, itu saja," kata Kepala Subdirektorat IV Bidang Tipidter Reskrimsus Polda NTB Ajun Komisaris Besar Polisi I Gede Harimbawa di Mataram, Kamis 2 Mei, disitat Antara.

Dia menjelaskan, penanganan kasus pengeboran air tanah tanpa izin ini mengarah pada dugaan pelanggaran pidana sesuai aturan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Aktivitas pengeboran air tanah tersebut dilakukan PT Berkat Air Laut (BAL) bekerja sama dengan PT Gerbang NTB Emas (GNE), salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB.

Kedua perusahaan tercatat melakukan kerja sama pada tahun 2022 dalam kesepakatan penyediaan air bersih di kawasan wisata Gili Trawangan.

Namun, dari hasil penyelidikan Polda NTB yang dimulai pada tahun 2023, ditemukan perbuatan melawan hukum bahwa aktivitas penyediaan air bersih melalui pengeboran air tanah tersebut tidak mengantongi izin dari pemerintah daerah.

Hal tersebut dilihat dari keputusan pemerintah daerah pada medio Desember 2022 yang secara resmi menghentikan aktivitas PT BAL dengan PT GNE dalam penyediaan air bersih di Gili Trawangan.

Harimbawa menegaskan bahwa adanya perbuatan melawan hukum dalam aktivitas tersebut juga dikuatkan dari keterangan ahli pidana dan geologi.

"Jadi, aktivitas pengeboran air tanah tanpa izin ini sudah dilakukan PT BAL berbulan-bulan, itu yang menimbulkan adanya dampak lingkungan," ujarnya.

Dengan menyampaikan hal tersebut, penyidik dalam kasus ini menetapkan dua tersangka yakni Direktur PT BAL inisial WJM asal Swiss dan Direktur PT GNE berinisial SH.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan merujuk pada pelanggaran Pasal 70 huruf D juncto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 68 huruf A dan B serta Pasal 69 huruf A dan B UU No. 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.