Bagikan:

JAKARTA - Ahli yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Marsudi Wahyu Kisworo menegaskan bahwa Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) tidak digunakan dalam rekapitulasi suara resmi.

Dalam proses perhitungan suara pilpres dan pileg, KPU melakukan rekapitulasi suara berjenjang secara manual.

Sehingga, menurut Marsudi, sebetulnya tidak ada gunanya jika meributkan adanya dugaan kecurangan atau manipulasi perolehan suara dalam Sirekap.

"Sirekap ini tidak digunakan untuk keputusan. Jadi kita ribut-ribut, capek di sini, bahas Sirekap, itu ya pepesan kosong aja lah kira-kora. Enggak ada gunanya," ungkap Marsudi di gedung MK, Rabu, 3 April.

Bisa saja, menurut Marsudi, pihak-pihak yang berperkara dalam sidang sengketa Pilpres 2024 meributkan Sirekap bertujuan untuk menyalahkan orang lain.

"Kecuali kalau mau bikin mau nyalah-nyalahin orang, bisa aja. Kalau memang mau nyalahin orang, apa saja bisa disalahin," ucap Marsudi.

Marsudi mengakui memang terdapat kelemahan pada Sirekap yang mengakibatkan kesalahan konversi data dari formulir C1.Hasil di tiap TPS ke dalam aplikasi.

Kelemahan tersebut mulai dari akurasi pembacaan data tak 100 persen, perbedaan resolusi kamera petugas TPS yang mengunggah foto C1.Hasil, hingga kertas C1 yang terlipat saat difoto.

Namun, Marsudi menyebut KPU juga telah melakukan koreksi angka perolehan suara terhadap data-data yang salah terinput.

Menanggapi hal itu, Hakim MK Saldi Isra tak sependapat dengan Marsudi yang menilai pembahasan Sirekap dalam sidang MK tak ada gunanya. Saldi menekankan bahwa Sirekap masuk dalam dalil pemohon, yakni Anies-Muhaimin dan Ganjar-Pranowo.

"Ini penting kita gelar karena didalilkan. Jadi, mahkamah harus menjawabnya. Jadi, jangan dianggap tidak ada manfaatnya juga memperdebatkan di sini. Kepentingan kami utk menjawab dalil-dalil dari pemohon," tegas Saldi.

"Iya," jawab Marsudi.