Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap pungutan liar (pungli) rumah tahanan (rutan) berawal dari pertemuan di kafe sekitaran kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada 2019. Ketika itu jabatan Kepala Rutan (Karutan) masih dipegang Deden Rochendi sebagai pelaksana tugas.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyebut Deden ketika itu bertemu Hengki, Muhammad Ridwan, Ramadhan Ubaidillah A., dan Ricky Rachmawanto yang merupakan petugas rutan.

“Diadakan pertemuan yang diikuti DR yang saat itu menjabat Plt Kepala Cabang Rutan, HK, MR, RUA, dan RR dalam rangka menunjuk dan memerintah MR sebagai lurah di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur, MHA sebagai lurah di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih, dan SH sebagai lurah di Rutan Cabang KPK pada Gedung ACLC,” kata Asep dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Maret.

Ridwan, Ramadhan Ubaidillah, dan Ricky bertugas mengumpulkan uang pungutan liar dari para tahanan. Mereka tidak langsung minta satu per satu ke para pelaku korupsi tapi melalui koordinator tahanan atau korting.

Adalah Hengki yang menunjuk siapa saja tahanan sebagai korting. Asep menyebut ini merupakan inisiatif pribadi yang kemudian dilanjutkan oleh Achmad Fauzi ketika menjabat sebagai Kepala Rutan KPK.

Asep menyebut penarikan uang ini ditujukan agar tahanan mendapat fasilitas eksklusif. “Berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, hingga informasi sidak,” ungkapnya.

“Sedangkan bagi para tahanan yang tidak atau terlambat menyetor diberikan perlakuan yang tidak nyaman di antaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelanggaran, dan pengurangan jatah olahraga serta mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak,” sambung Asep.

Adapun besaran uang pungli yang diserahkan para tahanan beragam, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp20 juta. Penyerahannya dilakukan secara tunai maupun lewat rekening bank penampung yang dikendalikan oleh lurah dan korting.

Selanjutnya, uang ini dibagikan dengan nominal beragam. Achamd Fauzi dan Ristanta masing-masing mendapat uang sebesar Rp10 juta sedangkan komandan hingga petugas biasa mendapat Rp500 ribu hingga Rp1 juta.

“Dalam rentang waktu 2019-2023, jumlah uang yang diterima HK dkk sejumlah sekitar Rp6,3 miliar dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya,” tegas Asep.

Kekinian ada 15 orang yang ditahan dalam kasus pungli rutan, termasuk Achmad Fauzi. Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.