BKKBN Soroti Fenomena Mundurnya Usia Perkawinan
Ilustrasi - Fenomena kemunduran usia pernikahan menjadi sorotan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Mundurnya usia perkawinan menjadi fenomena baru di tengah upaya BKKBN menurunkan prevalensi stunting. Namun begitu, lembaga ini juga meminta perhatian masyarakat terkait perilaku hubungan seksual di luar nikah yang kecenderunganya meningkat.

Demikian benang merah yang dapat dipetik dari pernyataan Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso, saat diwawancara secara daring oleh RRI Pro 3 FM, di sela acara penutupan Pertemuan Koordinasi Teknis Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting bagi Tim Kerja Bidang Adpin Pusat dan Provinsi Tahun 2024, Kamis malam  (7/3/2024), di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta.

Dalam penjelasannya, Sukaryo Teguh menandaskan bahwa BKKBN tidak memiliki data atau penelitian terkait fenomena penurunan perkawinan di beberapa daerah. Sukaryo Teguh meminta data tersebut dikaji secara lebih  komprehensif.

"Sumber datanya harus 'clear', apakah lembaga-lembaga yang menyelenggarakan perkawinan melaporkan atau tidak. Khan ada KUA, keuskupan, dan lembaga lainnya," ujarnya. "Apakah perkawinan yang saat ini tercatat atau tidak. Sebab ada juga perkawinan yang dilakukan di bawah tangan, meski hukum kita menganut hukum positif," tambahnya.

Lebih jauh Sukaryo Teguh juga meminta penyebab lain yang harus dikaji adalah aspek psikologi, sosial dan juga ekonomi. Pasalnya, ada beberapa pendapat yang mengatakan karena beban hidup semakin tinggi menyebabkan orang enggan menikah.

"Padahal pada sisi lain, melalui riset yang pernah saya adakan di Jawa Barat, orang menikah itu karena ada persoalan ekonomi keluarga. Karena itu dinikahkan. Fenomena sekarang kami belum paham betul," jelas Sukaryo Teguh.

Mengutip pernyataan lainnya, Sukaryo Teguh juga menduga penyebab orang enggan menikah karena mereka berkarir dengan baik. "Jadi, ga mau ribet," ungkapnya.

Namun begitu, Sukaryo Teguh meminta apa yang disampaikan itu  harus didukung data yang baik. "Untuk melihat fenomena penurunan jumlah perkawinan saat ini perlu dikaji dalam berbagai perspektif dan sumber, sehingga trennya terlihat jelas, di mana gereja pun menyelenggarakan perkawinan yang tercover catatan sipil," terangnya.