Bagikan:

JAKARTA - Eks Sekjen PKB Lukman Edy menilai inisiatif Fraksi PKB untuk mengusulkan hak angket dugaan kecurangan Pilpres 2024 ahistoris dari semangat perjuangan partai. Karena itu, dia berkali-kali menyarankan Fraksi PKB untuk menolak angket atau menarik diri dari posisi inisiator.

"Inisiatif Fraksi PKB ini Ahistoris dan keluar dari spirit perjuangan PKB selama ini. Sejarah yang panjang sudah membawa politisi PKB menjadi dewasa dan banyak melahirkan negarawan, jangan dirusak oleh kepicikan yang kekanakan, merajuk dan marah akibat kalah dalam Pemilu 2024," ujar Lukman Edy dalam keterangannya, Rabu, 6 Maret.

Lukman kembali mengingatkan, inisiatif hak angket oleh DPR adalah pekerjaan yang sia-sia. Sebab, UU No 7/2017 tentang Pemilu tidak memberi tempat kepada pencari keadilan selain melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK) untuk hasil pemilu, dan jalur Bawaslu untuk proses pemilu. Jalur Bawaslu boleh di challenge sampai dengan MA.

"Kalau memang niatnya positif untuk perbaikan pemilu ke depan, maka waktunya bukan sekarang, tapi nanti setelah seluruh proses Pemilu 2024 selesai. Bahkan ideal kalau evaluasi dan koreksi dilakukan oleh DPR dengan semua kewenangan yang dimilikinya pada periode DPR 2024-2029 nanti," kata Lukman.

Namun persoalannya, lanjut Lukman, masalah hak angket ini berkembang menjadi niat untuk memakzulkan presiden. Hanya karena hasil pilpres satu putaran selesai, kemarahan pihak yang kalah malah dilampiaskan kepada Presiden Jokowi.

"Berbagai tuduhan dialamatkan kepada beliau. Sehingga kemudian setting hak Angket DPR dikembangkan jadi semakin liar dan diluar konteks," kata mantan ketua fraksi PKB MPR RI itu.

Menurut Lukman, setidaknya ada tiga hal mengapa angket DPR ini menjadi di luar konteks. Pertama, angket DPR tidak bisa mengganggu proses peradilan pemilu di Bawaslu.

"Bawaslu lah yang bisa mengeksekusi pelanggaran selama proses pemilu berlangsung. Eksekusinya juga hanya pada lokus tertentu sesuai lokus gugatan. Keputusannya bisa Pemilu ulang di TPS tertentu, bisa juga penghitungan ulang pada TPS tersebut, sebelum penetapan secara menyeluruh oleh KPU pada 20 Maret. Hakikat peradilan pemilu di Bawaslu ini adalah memperbaiki compang camping selama proses pemilu, sehingga nantinya pada saat penetapan hasil pemilu oleh KPU, sudah bersih dan sempurna," jelasnya.

Kedua, angket DPR tidak bisa juga mengganggu peradilan hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Lukman mengatakan, sebenarnya MK pernah menolak untuk dijadikan peradilan hasil pemilu di dalam UU Pemilu. Hal itu disampaikan ketika Pansus DPR UU Pemilu melakukan konsultasi dengan MK.

"Tetapi, Pansus memberi pertimbangan demi kepentingan stabilitas politik dan kemungkinan berlarutnya ketidakpastian hukum terhadap hasil pemilu, maka memerlukan sebuah lembaga yang kuat dan tidak terbantah secara konstitusional. Dan MK akhirnya menerima diberi tanggung jawab untuk penentu akhir dari hasil pemilu," ungkap Lukman.

"Ada juga model negara lain yang hasil pemilu disahkan oleh lembaga Mahkamah Agung. MA menolak dengan alasan, proses peradilan di MA bisa berlangsung panjang dan berlarut larut, disamping beban kerja yang berat di MA sendiri," imbuh mantan Wakil Ketua Komisi II DPR itu.

Ketiga, angket dengan niat pemakzulan terhadap Presiden. Lukman mengatakan, angket berujung pemakzulan presiden pernah dilakukan kepada Presiden ke-5 RI, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Menurut pengakuan Gus Dur, kata Lukman, arsiteknya adalah Amien Rais yang menjadi Ketua MPR RI saat itu.

"Angket terhadap Gus Dur dengan tuduhan skandal Brunei Gate dan Bulog Gate, yang belakangan tidak pernah terbukti secara hukum pada pengadilan pada tingkat manapun. Tetapi proses politiknya tetap terjadi, Gus Dur dilengserkan tanpa pernah terbukti Gus Dur bersalah secara hukum," tegas Lukman.

Berdasarkan pengalaman pahit tersebut, lanjut Lukman, Fraksi PKB MPR RI proaktif melakukan perubahan terhadap konstitusi melalui amandemen ke 3 UUD NRI 1945.

Pada saat itu, kata dia, Fraksi PKB MPR RI berpandangan tidak boleh lagi ada pelengseran seorang presiden tanpa alasan hukum yang kuat dan terbatas hanya pada pengkhianatan terhadap negara. Sert melakukan extraordinary crime yang dibuktikan pelanggarannya melalui proses peradilan yang benar oleh lembaga peradilan yang diberi kewenangan khusus untuk itu.

"Akhirnya terjadilah perubahan konstitusi kita, sehingga hari ini hampir tidak ada celah untuk melengserkan seorang Presiden dengan hanya alasan politik semata, apalagi hanya didasarkan kepada kekecewaan sekelompok kekuatan politik yang kalah dalam proses demokrasi yang sah dan konstitusional," bebernya.

Oleh karena itu, Lukman menjadi heran kepada Fraksi PKB DPR RI hari ini kalau berinisiatif untuk mengusulkan hak Angket DPR RI.  Sebab kata dia, dari sisi manapun sudah di luar konteks.

"Kalau mau menggugat Pemilu jelas tidak relevan karena sudah ada salurannya yaitu Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi. Kalau berniat memakzulkan Presiden, jelas kecil kemungkinannya bisa dilaksanakan, karena konstitusi kita sudah menutup rapat tanpa ada pembuktian hukum yang kuat di Mahkamah Konstitusi," kata Lukman.

"Akhirnya, saya mengajak Fraksi PKB DPR RI mengurungkan niatnya untuk berinisiasi mengajukan hak Angket DPR saat ini, apapun alasannya," pungkasnya.