TKN Temukan Dugaan Mobilisasi Pemilih Ilegal di Dramaga Bogor
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu, 7 Februari. (Nailin-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menemukan adanya dugaan kecurangan pemilu 2024 berupa mobilisasi pemilih secara ilegal dengan modus pemilih pindah TPS di Dramaga, Bogor, Jawa Barat. 

"TKN Prabowo Gibran mendapatkan informasi tentang dugaan mobilisasi pemilih secara ilegal dengan modus pemilih pindah TPS di Dramaga Bogor Jawa Barat," ujar Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu, 7 Februari, malam. 

Habiburokhman mengungkapkan, dugaan mobilisasi pemilih terjadi saat puluhan pemuda yang mengaku mahasiswa yang tengah melakukan penelitian mengajukan pindah TPS. Namun, dokumen yang diserahkan dinilai janggal. 

Kemudian, lanjutnya, orang yang mengaku mahasiswa tersebut membawa surat tugas penelitian di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sedianya surat keterangan penelitian tersebut harus dibarengi dengan ijin dari Kesbangpol. 

"Mahasiswa tersebut tidak ada surat ijin penelitian dari Kesbangpol. Selain itu surat yang mereka bawa tidak ditandatangani dengan tandatangan basah namun hanya seperti stempel," jelas Habiburokhman. 

Atas temuan dugaan mobilisasi pemilih ilegal ini, Habiburokhman meminta penyelengara pemilu dalam hal ini Bawaslu untuk pro aktif menindaklanjuti. 

 

 

"Kami meminta kepada Bawaslu dan Sentra Gakumdu untuk proaktif mengusut dugaan mobilisasi pemilih ilegal ini. Hal ini penting agar legitimasi Pemilu ini tetap dapat dijaga," kata Wakil Ketua Umum Gerindra itu. 

Di sisi lain, Habiburokhman mengapresiasi Panita Pemilihan Kecamatan (PPK) Dramaga yang secara tegas tidak mengabulkan permintaan orang yang mengaku sebagai mahasiswa tersebut. 

"Kami khawatir bahwa mereka adalah oknum yang sengaja dimobilisasi untuk melakukan pemilihan secara ilegal. Modus mobilisasi pemilih ilegal ini sangat bahaya karena akan menggelembungkan jumlah pemilih dan menguntungkan paslon tertentu," katanya.