Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pembatalan itu dilakukan melalui putusan judicial review terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Mengutip dari dokumen putusannya, MA menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, bertentangan dengan sejumlah undang-undang lain. Sehingga alasan untuk menaikkan iuran BPJS tidak tepat, berdasarkan putusan yang diketok MA pada Kamis, 27 Februari lalu.

"Ditolak karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam pesan singkatnya, Senin, 9 Maret.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh mengatakan, pihaknya berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dapat segera mengambil langkah strategis untuk menjalankan putusan MA tersebut.

"Ini tentunya sangat kita harapkan. Kita, Komisi IX sudah berjuang luar biasa untuk ketidaknaikan iuran BPJS Kesehatan, terutama kelas III. Alhamdulillah MA membatalkan kenaikan iuran BPJS ini," kata Nihayatul saat dikonfirmasi VOI.

Salinan putusan MA (dok. Istimewa)

Menurut Nihayatul, saat ini yang harus dipikirkan adalah bagaimana cara agar kekurangan biaya utang yang ditanggung oleh BPJS ini segera teratasi, tanpa harus menaikkan iuran dari peserta.

Sementara itu, Anggota Komisi IX Saleh Daulay meminta, pemerintah untuk segera melaksanakan keputusan tersebut. Sebab, keputusan ini tertuang dalam amanat MA yang merupakan salah satu pilar demokrasi.

"Kita berharap keputusan ini harus segera dilaksanakan oleh pemerintah," katanya.

Selain itu, Saleh juga mendesak pemerintah untuk tetap memberikan pelayanan sesuai dengan standar semestinya, meskipun kenaikan yang sudah ditetapkan pemerintah tidak jadi diberlakukan.

"Kita berharap nanti pemerintah bersama DPR dan seluruh komponen masyarakat lainnya, akan mencari solusi terbaik terkait masalah defisit dan kekurangan pembiayaan bagi penyelenggaraan BPJS kesehatan. Sembari dengan itu tentu kita juga barangkali perlu lakukan evaluasi terhadap peraturan perundangan terkait sistem jaminan sosial kita," tuturnya.

Menurut Saleh, MA harus segera memberikan salinan keputusan tersebut terhadap pemerintah dan pihak terkait dalam hal ini tentu Kemenkes, Kemsos, Presiden dan BPJS Kesehatan. Sehingga, tidak ada alasan bagi pemerintah dan operator untuk tetap menaikkan ini.

"Sebab nanti kan bisa ada alasan belum terima keputusan. Untuk menghindari itu, segera diberikan salinannya," jelasnya.

Secara rinci, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:

a. Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. Rp110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau

c. Rp160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O.

Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:

a. Sebesar Rp25.500 untuk kelas 3

b. Sebesar Rp51.000 untuk kelas 2

c. Sebesar Rp80.000 untuk kelas 1