Bagikan:

JAKARTA - Di berbagai media sosial, unggahan yang isinya seorang ibu atau perempuan menunjukkan tisu basah bisa dijadikan masker alternatif. Video ini muncul dan viral sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang yang untuk pertama kalinya, terjangkit virus corona atau COVID-19 di Indonesia.

Dalam video itu, seorang perempuan yang disebut berprofesi sebagai dokter dan bernama dr Enozthesia, tampak melipat selembar tisu menjadi dua bagian dan digunting pada bagian sisi kanan dan kirinya untuk agar tisu bisa digantungkan pada telinga.

 

Wanita yang ada di dalam video itu mengatakan, ketika masker tak ada, tisu bisa menjadi alternatif penggantinya. Dia menilai, penggunaan tisu basah ini bisa jadi pengganti masker yang kini langka dan mahal.

Menanggapi viralnya video tersebut di media sosial Twitter, Sekretaris Direktorat Jenderal PDP Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menyebut, tisu basah tak bisa jadi masker alternatif. Sebab, tisu basah bukan membuat saringan terhadap udara yang dihirup pemakainya tapi malah membuat debu menempel.

"Tisu basah kena debu malah nempel semua kan itu basah luar dalam. Kalau sekadar bisa, bisa ya memang bisa. Kertas biasa juga bisa," kata Yuri kepada wartawan di Kantor Kemenkes, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa, 3 Maret.

Juru bicara untuk penanganan COVID-19 itu menegaskan, jika memang membutuhkan masker, masyarakat baiknya menggunakan masker yang seharusnya seperti masker N-95 dan surgical mask.

Senada dengan Yuri, Peneliti bidang mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Sugiyono Saputra juga menegaskan, tisu basah tak bisa digunakan sebagai masker alternatif. Alasannya, masker yang baik punya beberapa lapisan dan ini tak dimiliki tisu.

"Enggak bisa, masker yang baik punya beberapa lapisan berbeda dengan fungsi masing-masing. Ada tiga lapisan," ungkap Sugiyono.

Adapun lapisan filter ini berguna sebagai penangkal partikel dan kuman. Selain itu, masker yang baik memiliki lapisan yang kedap air untuk menahan droplet atau cairan dari luar dan mulut atau hidung pemakainya.

Sugiyono juga mengingatkan, mereka yang sehat sebetulnya tak perlu memakai masker dan mencari alternatif masker lainnya. Sebab, masker diperuntukkan untuk orang-orang yang sakit.

"Yang jelas kita pakai masker kalau kita terinfeksi atau kita sedang merawat orang yang terinfeksi," ungkapnya.

Terkait penggunaan masker, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sebelumnya sudah mengatakan orang sehat tak perlu menggunakan masker. Hal ini, kata dia, sesuai dengan prosedur kesehatan dari World Health Organization (WHO). Katanya, yang mesti mengenakan masker hanyalah orang sakit. 

"Kamu (orang yang sehat) kalau ke mana mana enggak usah maskeran, nanti dikira kamu yang sakit. Yang pakai masker hanya yang sakit supaya tidak menularkan. Yang sehat perlindungannya ya imunitas," jelas Terawan. 

Soal kekhawatiran orang-orang tertular virus COVID-19, kata Terawan, tak perlu bertindak berlebihan. Sebab, kata dia, tidak semua orang yang mengalami kontak jarak dekat dengan pasien positif maupun suspect corona bisa langsung tertular. "Tidak semua yang kontak itu akan menjadi sakit, tergantung keadaan tubuhnya," ucap dia. 

Sebelumnya, kebutuhan masker di Indonesia meningkat setelah informasi virus corona muncul di Wuhan, China, beberapa waktu lalu. Masker pun jadi langka dan harganya melesat. Bahkan, beberapa waktu lalu, Polda Metro Jaya melakukan penggerebekan terhadap pabrik dan gudang masker ilegal. Para pelaku sengaja membuat masker yang tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia karena tahu kebutuhan yang meningkat.