Bagikan:

JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Ismail Hanani menyoroti survei calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) belakangan ini. Katanya, hasil yang dikeluarkan dan disuguhkan lembaga-lembaga yang ada dinilai makin tak masuk akal.

“Hari ini publik disuguhi hasil survei tentang elektabilitas capres dan cawapres yang semakin tidak masuk akal,” kata Ismail dalam keterangan tertulisnya, Senin, 20 November. 

Ismail juga mempertanyakan posisi lembaga survei. “Apakah juga merangkap sebagai konsultan politik, juru kampanye yang berlindung di balik kebebasan akademik survei, atau agitator yang ditugasi untuk menggiring opini tentang hal-hal yang dikehendaki oleh pihak yang menugasi,” tegasnya.

Dia beralasan lembaga survei harusnya sadar mereka bertugas sebagai instrumen pengetahuan dan teknologi  yang menyerap aspirasi masyarakat. Ismail juga beranggapan survei adalah bentuk kebebasan berekspresi, berpendapat, dan kebebasan akademik.

Ismail menyayangkan bila materi yang dipromosikan ternyata bertentangan dengan konstitusi. “Seperti survei jabatan tiga periode di tahun lalu, survei afirmasi atas politik dinasti yang merusak demokrasi, survei afirmasi putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 dan Putusan MKMK, dan lainnya,” ungkap Ismail.

Apalagi, Ismail menyoroti terbatasnya pengetahuan publik terhadap isu di atas. Mengingat sampel survei biasanya diambil secara acak sehingga hasilnya biasanya dimanfaatkan untuk melegitimasi keinginan kelompok tertentu.

Kondisi ini, sambung Ismail, membuat Setara Institute minta kolega mereka sesama lembaga survei bekerja mengembalikan fungsinya. Jangan sampai mereka menyuarakan sesuatu, misalnya agenda satu putaran untuk mengampanyekan salah satu pasangan calon di Pilpres 2024.

 

Ismail berpesan lembaga survei harus mengingat standar etik mereka untuk menjaga netralitas. Tapi, cara ini sebaiknya juga dicontohkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Setara Institute, sebagai salah satu lembaga yang juga sering melakukan survei, mengetuk hati para kolega untuk mengembalikan posisi survei sebagaimana tujuan asalnya. Bukan hanya standar etik yang dipedomani tetapi juga ada nilai kebajikan yang dipromosikan,” ujarnya.

“Demi keadilan Pemilu, Setara Institute juga mendorong netralitas genuine yang didukung oleh sistem, standar operasi, dan penyikapan atas dugaan pelanggaran alat-alat negara secara transparan dan berkeadilan. Langkah ini akan efektif hanya jika dimulai dari Presiden Jokowi,” pungkas Ismail.