Bagikan:

JAKARTA - Studi terbaru Climate Central mengemukakan Jakarta menjadi salah satu kota dengan hari terpanas beruntun terpanjang di dunia dalam 12 bulan terakhir.

"Kota Jakarta dan Tangerang menempati urutan kedua dalam daftar kota-kota dunia yang mengalami hari terpanas secara beruntun (heat streaks) dengan 17 hari, sejak 7 Oktober sampai 24 Oktober," kata Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central Dr Andrew Pershing dalam keterangan dikutip ANTARA, Jumat, 10 November.

Selain Jakarta dan Tangerang, Andrew mengatakan Kota New Orleans di Amerika Serikat (AS) juga berada di posisi ini, dengan hari terpanas beruntun sejak 30 Juli sampai 15 Agustus. Sementara itu, Kota Houston (AS) menduduki peringkat teratas dengan 22 hari beruntun, sejak 31 Juli sampai 21 Agustus.

Di Indonesia sendiri, ia mengatakan pihaknya menganalisis 14 kota. Dalam pantauan tersebut, secara berturut-turut Indeks Pergeseran Iklim mencapai tingkat maksimum yaitu 5.

Nilai itu menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan kemungkinan panas ekstrem setidaknya lima kali lipat lebih mungkin terjadi.

"Dua belas bulan terakhir (November 2022-Oktober 2023) menjadi 12 bulan terpanas sepanjang catatan sejarah, dengan rata-rata kenaikan suhu mencapai 1,3 derajat Celsius," ujarnya.

Indonesia, kata dia, sebagai salah satu negara Asia yang beriklim tropis turut mengalami kenaikan suhu dalam setahun terakhir. Bahkan, berdasarkan perhitungan Indeks Pergeseran Iklim, Indonesia menempati urutan teratas di antara negara-negara G20 dengan angka rata-rata 2,4, mengalahkan Arab Saudi (2,3) dan Meksiko (2,1).

Analisis atribusi cuaca mengungkapkan bahwa selama rentang waktu tersebut, 5,7 miliar orang terpapar pada setidaknya 30 hari suhu di atas rata-rata setidaknya tiga kali lebih mungkin terjadi oleh pengaruh perubahan iklim, atau level tiga pada Indeks Pergeseran Iklim.

Andrew menilai rekor tersebut persis seperti yang diprakirakan sebelumnya, yang menurutnya dipicu oleh polusi karbon.

Senada dengan hal tersebut, Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Edvin Aldrian mengaku khawatir jika kenaikan suhu bumi akan datang lebih cepat dari yang sudah diprakirakan sebelumnya.

"Dengan kenaikan suhu global rata-rata mencapai 1,3 derajat Celsius, saya khawatir kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius akan lebih cepat terjadi dari pada yang diperkirakan pada tahun 2030," ucapnya.

Meskipun terdapat sejumlah faktor alam yang dapat menjadi pemicu seperti El Nino dan posisi matahari yang mendekati bumi, ia menilai aktivitas manusia merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi kenaikan suhu di Bumi.