Bagikan:

JAKARTA - Sidang Paripurna DPR  mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) ASN menjadi UU. Dengan begitu daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) akan mendapat kemudahan mobilitas talenta ASN.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan RUU ASN didedikasikan untuk mengatasi kesenjangan talenta nasional yang sebarannya selama ini tidak merata, karena hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.

"Kemudahan ini kita dedikasikan untuk mengatasi kesenjangan talenta yang selama ini sebagian masih terpusat di kota-kota besar saja," ujar Anas dalam keterangan dikutip ANTARA, Selasa, 3 Oktober.

Adapun mobilitas talenta akan berorientasi ‘Indonesia-Sentris’ sehingga dukungan keberadaan ASN, terutama di daerah 3T akan turut mendukung pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Azwar menjelaskan pada tahun-tahun sebelumnya ada lebih dari 130.000 formasi ASN yang tidak terpenuhi di daerah 3T. Sebab, kurangnya ketertarikan calon ASN untuk mengisi formasi di daerah-daerah tersebut.

UU ini menjadi solusi agar daerah 3T juga mendapat pelayanan dengan baik.

"Salah satunya nanti di PP, pemerintah menyiapkan insentif khusus bagi ASN yang bertugas ke daerah 3T," jelasnya.

Anas menambahkan salah satu poin krusial lain dalam RUU ASN yaitu rekrutmen ASN yang ditransformasikan dengan mengacu pada prioritas pembangunan nasional.

Sehingga ketika negara menjadi beberapa sektor prioritas, misalnya, kedaulatan pangan, digitalisasi, hilirisasi, dan antisipasi perubahan iklim sebagai prioritas nasional, maka rekrutmen ASN harus diarahkan untuk instansi-instansi yang menjadi leading sector terkait hal tersebut, serta untuk daerah-daerah yang menjadi sentra akselerator untuk sektor-sektor tersebut.

"Nah, yang berlaku selama ini, rekrutmen ASN hanya didasarkan pada penetapan kebutuhan yang basisnya adalah analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai bisnis proses saat ini," ujar Anas.

Padahal, di saat yang sama birokrasi sedang melakukan penyederhanaan proses bisnis melalui digitalisasi. Hal ini menyebabkan korelasi antara jumlah dan jenis jabatan ASN dengan apa yang menjadi prioritas nasional menjadi belum sepenuhnya selaras.

Untuk itu, mobilitas talenta untuk ASN bertugas ke luar instansi pemerintah seperti TNI/Polri dan BUMN juga mulai terbuka dengan resminya UU ini. ASN dapat didorong untuk bergerak antar-instansi untuk pengembangan kompetensinya.

Selama ini, jelas Anas, persyaratan untuk melakukan mutasi sangat kaku, sehingga muncul stigma bahwa sulit memindahkan seorang ASN.

"Fleksibilitas mobilitas talenta ini juga memastikan dengan jelas bahwa PNS yang diangkat menjadi pejabat negara, komisioner atau anggota lembaga non-struktural, maupun dalam penugasan ke organisasi dunia, tidak kehilangan hak kepegawaian-nya selama menjalankan tugas tersebut," papar mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.

UU anyar ini juga mendukung percepatan pengembangan kompetensi ASN. Pengembangan kompetensi tidak lagi dimaknai sebagai hak, melainkan suatu kewajiban bagi ASN.

"Untuk itu, Instansi Pemerintah wajib memberikan kemudahan akses belajar bagi Pegawai ASN," tegas mantan Bupati Banyuwangi ini.

Pola pengembangan kompetensi pun tidak lagi klasikal, seperti penataran, tetapi mengutamakan experiential learning, seperti magang dan on the job training.

"Seluruh konsep itu menjadi bagian dari upaya meningkatkan kompetensi ASN menuju birokrasi profesional," pungkas Anas.