JAKARTA - Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI dengan menggandeng sejumlah pihak melindungi warisan budaya Suku Tengger dengan meminta masukan dari para pelaku adat seperti dhukun pandita dan kaum muda penggerak adat warga Tengger.
"Kami meminta para pelaku adat dan kaum muda memberikan masukan dan terus terlibat aktif dalam upaya pelindungan warisan budaya Tengger yang meliputi tahapan inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi," kata Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Endah Budi Heryani dalam keterangan tertulis, dikutip dari Antara, Sabtu 30 September.
Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI juga telah menggelar sarasehan kebudayaan di Pendapa Pura Mandara Giri Semeru Agung, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Sarasehan itu menghadirkan perwakilan dhukun pandita dan kaum muda penggerak adat warga Tengger dengan narasumber Koordinator Pusat Kajian Pemajuan Kebudayaan Universitas Jember Ikwan Setiawan dan Pusat Riset Arkeologi, Prasejarah, dan Sejarah BRIN Putri Novita Taniardi.
"Kami butuh masukan dan usulan yang akan dijadikan rekomendasi program tahun depan. Kami harap para dhukun pandita terus memberikan pengetahuan ritual dan ekspresi budaya lainnya kepada anak-anak dan kaum muda," tuturnya.
Dengan ramainya media sosial, lanjut dia, kaum muda Suku Tengger bisa diarahkan untuk mengunggah pernik-pernik ritual dan adat Tengger agar dikenal oleh publik secara luas.
Koordinator Pusat Kajian Pemajuan Kebudayaan Universitas Jember Ikwan Setiawan menjelaskan bahwa Tengger memiliki kekayaan budaya yang komplit mulai dari ekspresi dan tradisi lisan, seni pertunjukan, bahasa lokal, ritual, pengetahuan, hingga kerajinan.
Menurut dia, warga Tengger adalah manusia istimewa karena bisa beradaptasi dengan budaya modern sejak era kolonial hingga saat ini, tetapi masih terus meyakini dan melakoni ajaran leluhur.
Baca juga:
"Para dhukun pandita dan warga Tengger sejak dulu terus melakukan upaya pelindungan dengan mewariskan ajaran dan ritual leluhur melalui pelibatan aktif anak-anak dan kaum muda dalam pelaksanaan adat," katanya.
Ia mengatakan orang tua juga mentransformasi ke-tengger-an kepada anak-anak ketika gegeni (memasak) di dapur, sehingga warga Tengger harus menjadi subjek dalam program pelindungan yang didesain negara.
Beberapa perwakilan dhukun pandita dan kaum muda memberikan masukan kepada Balai Pelestarian Kebudayaan agar ada program pelatihan kepada kaum muda untuk inventarisasi, seperti bagaimana mencatat ragam budaya seperti ritual dan pernik-perniknya, ragam mantra, petuah, kesenian, dan yang lain.
Pemerintah desa juga diharapkan bisa mengalokasikan anggaran untuk membangun rumah adat atau rumah budaya yang menampung artefak dan kumpulan informasi tentang budaya Tengger, selain sebagai tempat pelatihan.