Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Wishnutama menyatakan, akan memberi insentif pada sektor pariwisata sebesar Rp298 miliar. Dengan begitu diharapkan akan memberikan dampak untuk mengakselerasi wisatawan dengan target sebesar 736 ribu yang difokuskan ke pasar-pasar lain selain China yaitu di negara seperti Australia, Amerika, dan Eropa.

Target wisatawan tersebut, menurut Menparekraf, yang mempunyai spending sangat besar di Indonesia per arrival-nya atau ASPA-nya. “Kurang lebih kita targetkan yang ASPA (Average Spending per Arrival) di atas 1.700 dolar AS per kunjungan, sehingga akan mempunyai dampak ekonomi yang besar buat Indonesia,” ujar Wishnutama dilansir dari laman Setkab, dikutip Rabu 26 Februari.

Dari 736 ribu yang ditargetkan, lanjut Wishnutama, itu kira-kira akan menghasilkan devisa sebesar Rp13 triliun juga dengan destinasi-destinasi dari wisatawan nusantara.

“Tadi ada diskon 30 persen untuk 25 persen seat plus dengan diskon avtur dan sebagainya secara total ke-10 destinasi tersebut sekitar 50 persen untuk 25 persen seat yang ada. Jadi kalau kita bicara Boeing-737 itu kira-kira ada 45 seat lah yang mendapatkan diskon,” katanya.

Soal Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp147 miliar di 25 daerah, menurut Wishnutama, akan dialihkan 96 persen yang berkaitan dengan industri pariwisata agar dapat menggerakan ekonomi pariwisata.

“Angka daripada DAK yang available begitu juga kita harapkan yang Rp50 miliar lebih itu juga mempunyai dampak terhadap pariwisata. Jadi secara umum demikian,” pungkas Menparekraf.

Pernyataan pemerintah tersebut menjawab dorongan pengamat yang menginginkan pemerintah untuk menggenjot kedatangan wisatawan mancanegara dari luar China, pasca-merebaknya wabah COVID-19 yang dikhawatirkan akan menggerus kedatangan wisman China ke Tanah Air.

Sebelumnya, pengamat pariwisata dari Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Haryadi Darmawan mengatakan, hal tersebut dipengaruhi beberapa hal. Menurutnya, pariwisata sangat rentan terhadap kondisi politik, ekonomi maupun bencana alam.

"Pada tahun 2019 hal yang paling berpengaruh dapat disebabkannya dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden 2019, dikarenakan pada umumnya kondisi politik akan memberikan penundaan kepada motivasi wisatawan mancanegara," ujar Haryadi kepada VOI, Selasa 4 Februari.

Ia menambahkan, hal lain yang mempengaruhi adalah terkait dengan bencana alam di Lombok yang lokasinya berdekatan dengan Bali sebagai destinasi utama di Indonesia.

"Faktor lainnya yakni tingkat persaingan pada negara-negara lainnya di wilayah Asia Tenggara yang menawarkan daya tarik wisata dengan harga yang lebih kompetitif seperti di Thailand dan Vietnam.

Ia pun khawatir pada tahun ini jumlah kunjungan wisman ke Indonesia bakal kembali berkurang. Pasalnya, faktor mewabahnya virus corona jelas akan mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan terutama dari China. "Menurunnya aktivitas wisata di Bali sudah terasa akibat virus corona," tuturnya.

Wisatawan asal China merupakan yang terbanyak ketiga mengunjungi Indonesia di tahun lalu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), wisman asal China berjumlah 2,07 juta kunjungan atau 12,86 persen dari total kunjungan wisman ke Tanah Air di tahun 2019.

Menurutnya, yang penting saat ini adalah pemerintah harus fokus untuk menarik wisatawan dari negara lain selain China guna mendapatkan quality tourist. "Perlu disampaikan informasi secara terbuka dan jujur bahwa Indonesia terbebas dari virus corona dan kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dalam mempersiapkan destinasi pariwisatanya untuk lebih siap dalam menerima kunjungan wisatawan yang berkualitas," paparnya.