Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra menyayangkan peristiwa bentrokan antara polisi dengan warga di Rempang Batam akibat proses pengosongan lahan beberapa waktu lalu.

Dhahana menegaskan Wali Kota Batam, Kapolda Riau, dan stakeholder terkait perlu membangun dialog mendalam mengedepankan rasa kemanusiaan kepada masyarakat terdampak pengosongan lahan.

"Dapat kami pahami suasana kebatinan masyarakat terdampak pengosongan lahan di Rempang hari-hari ini. Karena itu, dialog mendalam menjadi penting agar peristiwa yang lalu tidak terulang kembali," kata Dhahana dalam keterangannya, Senin, 11 September.

Dhahana menekankan, penerapan nilai-nilai HAM dalam sektor bisnis merupakan hal penting penting dalam persaingan ekonomi global. Sebab, penerapan HAM dalam aktivitas bisnis akan memunculkan dampak positif terhadap citra perusahaan.

"Tentu kita semua tidak ingin iklim investasi yang telah baik di Batam ini mendapatkan citra negatif karena persoalan semacam kemarin," tutur dia.

Diketahui, bentrokan itu dipicu oleh penolakan masyarakat adat Pulau Rempang atas Pembangunan kawasan industri di lahan pulau seluas 17 ribu hektare. Proyek yang dilabeli dengan proyek strategis nasional untuk membangun kawasan industri, perdagangan, dan wisata itu merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2023 sebagai Rempang Eco City.

Bentrokan terjadi saat tim gabungan berusaha menerobos masyarakat yang berjaga di Jembatan IV Barelang Pulau Rempang karena menolak dilakukannya pengukuran dan pemasangan batok di wilayah tersebut.

Pemblokiran dilakukan warga dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon di akses jalan menuju kawasan Rempang. Meski begitu, petugas tetap memaksa masuk untuk memasang patok, dan menembakkan gas air mata serta water cannon untuk melerai kericuhan.

Akibat adanya tembakan suara letupan dari gas air mata, siswa-siswa SD di Pulau Rempang berteriak histeris ketakutan. Tak hanya itu, sejumlah siswa SMPN 22 yang berjarak 100 meter dari ruas Jalan Trans Barelang turut menjadi korban bentrok tersebut.

Uap gas air mata yang ditembakkan ke udara oleh aparat terbawa ke kompleks sekolah dan membuat para siswa dan guru nyaris pingsan, bahkan sampai ada yang lari ke kawasan hutan untuk menghindari udara pengap akibat gas air mata.