Analisa dari Pakar Komunikasi Soal Ganjar yang Minta Maaf dan Pamit ke Kiai-kiai NU di Rembang
Ganjar Pranowo (Foto via Pemprov Jateng)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menghadiri istighosah dan pengajian umum Jam’iyyah Ahlith Thariqah aI-Muktabarah an-Nahdliyah (Jatman) di Rembang. Di sana, Ganjar meminta maaf dan berpamitan sebagai gubernur kepada ulama dan warga Rembang.

Pengamat komunikasi, Wahyuningsih Subekti menilai Ganjar Pranowo yang juga seorang bakal capres, dianggap sosok yang memahami nilai-nilai budaya dan menjunjung etika sopan santun.

"Yang dilakukan Pak Ganjar untuk menghadiri istighosah dan pengajian umum Jatman di Rembang adalah suatu langkah yang tepat. Beliau berpamitan kepada para kiai karena pada tanggal 5 September nanti dia selesai masa jabatannya sebagai gubernur,” ujar Wahyuningsih.

Ibarat peribahasa datang tampak muka, pulang tampak punggung, Wahyuningsih berkata Ganjar tidak ujug-ujug datang dan pergi tanpa pamitan ataupun tanpa memperkenalkan diri.

"Dampak dari perilaku tersebut tentunya itu memiliki dampak yang positif, karena dalam hal ini Pak Ganjar mendapatkan restu dan doa untuk kesuksesannya dari Kiai Haji Zikron Abdillah. Apalagi setelah itu Pak Ganjar sowan ke Nyai Muchsinah Cholil, selaku ibunda dari Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf,” ujarnya.

Menurut Wahyuningsih, kehadiran Ganjar di tengah Jatman dan silaturahmi kepada ibunda Ketum PBNU itu sangat cocok dengan strategi komunikasi untuk menyambut kontestasi capres ke depan. Sebab, dia berkata kekuatan dari NU dan para ulama tidak bisa abaikan untuk kontestasi capres ke depan.

Ganjar, lanjut Wahyuningsih memilih strategi untuk mendekatkan diri kepada masyarakat melalui para tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat. Sebab diketahui opinion leader merepresentasikan opinion publik.

“Sikap sopan santun, terus rendah hati, memanusiakan manusia, menghormati sesepuh, dan memahami nilai-nilai budaya dari bangsa yang akan dipimpin itu merupakan ciri-ciri dari seorang Ganjar Pranowo, di samping sikapnya yang tegas dalam memberantas korupsi dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya,” Wahyuningsih.

Lebih dari itu, Wahyuningsih berharap masyarakat memilih pemimpin bangsa Indonesia yang tidak hanya tegas, tetapi juga santun.

“Dan yang paling penting adalah memahami nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, di mana kita cenderung lebih mengutamakan adalah datang tampak muka, pulang tampak punggung, menghormati para sesepuh dan juga yang pasti harus rendah hati,” ujar Wahyuningsih.