Bagikan:

JAKARTA - Presiden AIPA 2023, Puan Maharani menyoroti berbagai krisis multi-dimensi di kawasan ASEAN dan global pada Sidang Umum AIPA ke-44 yang rangkaiannya dimulai sejak 5 Agustus hingga hari ini. Hari ini para delegasi diundang untuk mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai miniatur Indonesia.

“Situasi dunia saat ini masih dihadapkan pada fragmentasi antar negara, ketegangan dan konflik geopolitik, ketimpangan sosial dan ekonomi, kemiskinan, kejahatan transnasional, tren pertumbuhan ekonomi global yang melambat, ancaman perubahan iklim yang semakin berdampak, dan pascapandemi yang belum tuntas,” kata Puan dalam Sidang AIPA ke-44.

Menurut perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini, tema Sidang AIPA ke-44 merupakan komitmen dalam menjawab berbagai tantangan dan permasalahan global dan regional menuju kawasan yang damai, stabil, dan sejahtera. Puan pun meminta AIPA untuk menjaga soliditas ASEAN.

Puan sudah menyerahkan tongkat estafet keketuannya di AIPA kepada Laos yang akan memegang Presidensi AIPA tahun depan. Sidang Umum AIPA ke-45 akan digelar di Laos pada bulan Oktober 2024.

Saat mengadakan pertemuan bilateral dengan President of National Assembly of Laos, Xaysomphone Phomvihane di Gedung DPR kemarin, Rabu (9/8), Puan menyampaikan harapannya agar tema AIPA tahun ini dapat berlanjut di AIPA 2024. Hal itu mengingat karena berbagai tantangan yang dihadapi saat ini tidak dapat diselesaikan dalam satu tahun saja.

“Kemudian perdamaian di Laut China Selatan, melalui penghormatan pada UNCLOS 1982 dan agar kita mengedepankan dialog untuk mengelola rivalitas major powers di kawasan,” imbuh mantan Menko PMK itu.

Persoalan sengketa Laut China Selatan juga turut disinggung oleh Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus yang menjadi pimpinan Delegasi Indonesia di Sidang Umum AIPA ke-44. Di awal Sidang, ia meminta negara-negara ASEAN mengatasi tantangan global yang dihadapi kawasan seperti kemiskinan, ketimpangan, dan bencana iklim.

Lodewijk juga menyoroti tantangan spesifik dalam ASEAN, termasuk situasi di Myanmar dan sengketa di Laut China Selatan. Indonesia sendiri menjadi salah satu mediator untuk negara-negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan di mana persoalan ini masih menjadi polemik bagi sejumlah negara di Asia Tenggara.

“Situasi tersebut, termasuk perkembangan dinamis di Indo-Pasifik, tidak boleh membuat kita berdiam diri dan tidak bertindak. Sebagai AIPA, kita dituntut untuk mengambil langkah-langkah yang cepat, tepat, dan berkelanjutan guna memastikan keamanan dan kemajuan bagi rakyat kita, serta menjaga agar harapan mereka tetap tumbuh,” ungkap Lodewijk.

Sementara itu, Ketua Dewan Legislatif Brunei Darussalam Pehin Dato Abdul Rahman Taib mendorong kolaborasi timbal balik dan kerja sama yang tak tergoyahkan bagi anggota parlemen AIPA. Menurutnya, ASEAN dapat secara kolektif mengatasi tantangan, mendorong pembangunan yang inklusif, dan membangun komunitas ASEAN yang stabil dan sejahtera yang sejalan dengan kebutuhan dan aspirasi generasi sekarang dan mendatang.

Lalu Wakil Presiden Kedua Senat Kerajaan Kamboja, Kitti Sangkaha Bandit Tep Ngorn yang memimpin delegasi negaranya menyinggung soal ketahanan ekonomi di ASEAN. Ia juga mendorong pertumbuhan ekonomi dengan inklusi sosial dan lingkungan.

Kitti pun meminta AIPA mendorong pemerintah ASEAN untuk terlibat dalam inisiatif regional dan mematuhi Piagam PBB dan Piagam ASEAN, yaitu ‘Perjanjian Non-Proliferasi’ dan pelestarian senjata bebas nuklir Asia Tenggara dan senjata tidak mematikan lainnya yang diabadikan dalam Perjanjian ‘Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara’.

Selanjutnya, Ketua Parlemen Laos, Xaysomphone Phomvihane dalam Sidang Umum AIPA ke-44 mengatakan pihaknya akan terus mempromosikan konektivitas dan integrasi yang lebih besar, sambil memastikan ketahanan komprehensif, inklusivitas, dan pembangunan berkelanjutan pada Sidang Umum AIPA yang akan berlangsung di Laos tahun depan.

Kemudian Ketua DPR RI Malaysia, Tan Sri Dato’ Johari Abdul menyoroti soal ketahanan pangan di tengah ketegangan geopolitik yang terjadi, di mana hal tersebut juga menjadi salah satu dampak dari pandemi Covid-19.

Sementara itu Ketua Parlemen Filipina, Ferdinand Martin G. Romualdez berbicara tentang pentingnya hubungan people to people di ASEAN untuk mendorong kohesi sosial yang lebih dalam dan ekonomi global dan regional yang tangguh.

Persoalan hukum pun turut menjadi sorotan di Sidang Umum AIPA ke-44, seperti yang disampaikan oleh President of the National Assembly of the Kingdom of Thailand, Wanmuhamadnoor Matha. Ia menegaskan keinginan Thailand untuk menyaksikan peningkatan harmonisasi hukum di antara Negara-negara Anggota ASEAN, dan memastikan implementasi yang efektif dari perjanjian ASEAN di berbagai bidang.

Di sisi lain, Ketua Parlemen Vietnam Vuong Dinh Hue mengingatkan agar Parlemen ASEAN memainkan peran penting dalam memperkuat persatuan dan sentralitas di Asia Tenggara serta menjaga perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan. Ia pun mengundang anggota AIPA dan negara observer untuk mengirimkan anggota parlemen muda mereka ke Konferensi Global Anggota Parlemen Muda ke-9 yang diselenggarakan oleh Vietnam September ini di Hanoi.

Dalam Sidang Umum AIPA di Jakarta juga muncul isu mengenai konflik antara Rusia dan Ukraina yang hingga saat ini masih terjadi. Pimpinan Delegasi Parlemen Singapura, Mohd Fahmi bin Aliman menilai invasi Rusia ke Ukraina dan meningkatnya ketegangan antara AS dan China harus menjadi perhatian.

Parlemen Singapura menyampaikan harapannya untuk penyelesaian konflik Rusia-Ukraina yang cepat dan damai. Mereka juga meminta agar negara-negara Anggota ASEAN tidak memihak dalam hubungan Amerika Serikat-Tiongkok, yang dapat menyebabkan perpecahan.

Rusia dan Ukraina turut ikut terlibat dalam Sidang Umum AIPA ke-44. Sebagai negara observer, Rusia dan Ukraina mengadakan sesi dialog dengan perwakilan negara-negara AIPA.

Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Irene Yusiana Roba Putri memimpin sesi dialog antara negara-negara AIPA dengan Delegasi dari Ukraina. Pada forum dialog itu, negara-negara AIPA mendorong perdamaian di kawasan konflik.

“Di forum tersebut kita mendengar observer dari Negara Ukraina, yang menjelaskan kondisi terkini di negaranya. Bagaimana konflik dengan Rusia itu berdampak pada rakyat Ukraina,” sebut Irine.

Masing-masing perwakilan negara anggota AIPA juga memberikan tanggapannya terkait persoalan tersebut dan mendukung agar perdamaian dengan Rusia segera terjadi demi kesejahteraan rakyat. Walaupun secara geografis Ukraina dan Rusia jauh dari Asia Tenggara, kata Irine, anggota AIPA percaya ketika konflik Rusia-Ukraina berakhir maka akan membawa dampak positif bagi negara-negara di ASEAN.

“Kenapa? Pastinya hubungan teknologi, pendidikan atau pun sosial dan ekonomi iti akan kembali berjalan dengan baik. Jadi pada prinsipnya menjadi panggilan bersama setiap negara di seluruh dunia ini untuk menciptakan perdamaian,” tuturnya.

Dalam dialog, Delegasi Ukraina yang dipimpin oleh Oleksandr Merezhko mengungkapkan kekecewaan terhadap beberapa sistem terkait penyelesaian konflik dengan Rusia. Terutama sistem di PBB yang sepertinya tidak berpihak kepada mereka.

“Kalau Indonesia sendiri sudah menjalin hubungan diplomatik dengan Ukraina sejak tahun 1992, dan Indonesia di parlemen hari ini kita masih memiliki hubungan friendsip group dengan Ukraina. Dan beberapa kali ketuanya sudah berkomunikasi dengan Duta Besar dari Ukraina terkait konflik dengan Rusia,” papar Irine.

Selain Ukraina dan Rusia, negara observer lain yang hadir dalam Sidang Umum AIPA ke-44 adalah dari Amerika Serikat (AS) Australia, Azerbaijan, Belarus, Kanada, China, Uni Eropa, Georgia, Jepang, Republic Korea, Moroko, Norwegia dan Timor-Leste yang sedang menunggu keanggotaan penuhnya di ASEAN.

Lalu tamu undangan di Sidang ini yakni dari Armenia, Turki, PBB, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Freeland Foundation, International Conservation Caucus Foundation (ICCF), Parliamentary Centre of Asia (PCAsia) dan Food and Agriculture Organization (FAO).

Anggota BKSAP Charles Honoris memimpin dialog pertemuan antara Delegasi dari Amerika Serikat dengan negara-negara anggota AIPA. Adapun Delegasi AS dipimpin oleh Senator Tammy Duckworth yang merupakan veteran angkatan bersenjata negeri Paman Sam tersebut.

“Dalam pertemuan kita sepakat untuk mempererat kerja sama kawasan dengan Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki perhatian besar terhadap kawasan Asia Tenggara,” jelas Charles.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI ini mengungkap kerja sama yang dimaksud itu tentunya dalam berbagai bidang. Seperti, kata Charles, dari bidang politik, keamanan, ekonomi dan lainnya.