Live IG, dr Reisa dan Anggota DPR Bahas Tambahan Cuti Melahirkan untuk Ibu-Ayah
Dok DPR

Bagikan:

JAKARTA - RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang sedang dibahas DPR akan berfokus pada kepentingan ibu dan anak. Indonesia memang perlu regulasi yang berpihak pada mereka dalam menyongsong generasi emas 2045.

Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina saat berbincang dengan dr Reisa Broto Asmoro di program acara ‘Ngobrolin DPR’ melalui live Instagram, Kamis 13 Juli. Dalam perbincangan santai dengan tema ‘RUU KIA “Kado” terindah Untuk Ibu dan Anak’ itu, dr Reisa mengulik sejauh mana RUU KIA akan hadir untuk kesejahteraan ibu dan anak.

Selly mengatakan RUU KIA akan berfokus pada 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) anak. Mulai dari masa pra kehamilan hingga pasca kehamilan yang akan mengedepankan pemenuhan gizi dan nutrisi bagi ibu dan anak.

“Dengan RUU ini, hal itu yang menjadi fokus utama dari anggota DPR RI karena kita merasa bahwa ada keprihatinan tentang masih tingginya angka kematian ibu, kemudian masih tingginya angka kematian bayi dan juga angka stunting,” kata Selly.

Selly melanjutkan, dalam RUU KIA juga akan mengatur tentang kewajiban Pemerintah, baik pusat dan daerah mengenai penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak. Tentunya dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

“Ini menjadi konteks perhatian dari anggota DPR RI. Kita tidak ingin generasi ke depan terhalang oleh hal-hal yang akan mengganggu keberlanjutan pembangunan Indonesia menuju indonesia emas,” paparnya.

Selly pun menyampaikan tentang pentingnya ASI eksklusif untuk anak selama 6 bulan yang kemudian diperpanjang menjadi 2 tahun. Menurutnya hal tersebut masih kurang terealisasi, apalagi bagi ibu yang juga menjadi pencari nafkah.

Maka RUU KIA pun mengatur mengenai penyediaan sarana prasarana untuk ibu bekerja. Mulai dari ruang laktasi yang memadai di perusahaan, hingga tempat penitipan anak di kantor maupun fasilitas umum.

“Artinya ada kuota perusahaan yang harus menyiapkan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk ibu rumah tangga yang menjadi pekerja. Untuk memberikan ruang laktasi, kemudian ruang penitipan anak dan banyak lagi. Hal-hal seperti itu yang kita atur dalam UU ini,” jelas Selly.

Dalam RUU KIA juga diatur soal penambahan masa cuti melahirkan untuk ibu pekerja, dari yang sebelumnya hanya 3 bulan menjadi 6 bulan lamanya.

“Saya sebagai working mom termasuk orang-orang yang excited soal penambahan cuti melahirkan karena pinginnya ASI Ekslusif 6 bulan terus dilanjutkan 2 tahun,” kata dr Reisa.

Selly membenarkan soal wacana penambahan cuti melahirkan bagi ibu pekerja yang diatur dalam RUU KIA. Meski begitu, penambahan cuti melahirkan tersebut menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan sebagai pemberi kerja.

“Kita menitikberatkan bahwa penambahan cuti melahirkan itu paling sebentar 3 bulan. Kemudian apabila ruang usaha itu mampu untuk memberikan tambahan cuti melahirkan, maka bisa diperpanjang 3 bulan kemudian,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Barat VIII ini.

Selain cuti melahirkan bagi ibu, RUU KIA juga mengatur tentang masa cuti bagi suami selama pendampingan istri yang baru melahirkan. Sama seperti dengan cuti bagi ibu, ada wacana penambahan cuti ayah dalam RUU KIA.

“Jadi untuk cuti pendampingan pada saat kelahiran anak, suami ini diberikan 2 hari cuti untuk mendampingi istrinya melahirkan atau tambahan apabila terjadi sesuatu. Ditambah lagi 3 hari, artinya bisa menjadi 5 hari maksimal dari tempat usaha mereka,” terang Selly.

Selly pun menggarisbawahi, pemberian tambahan cuti ayah tersebut diberikan dengan catatan pendampingan suami terhadap istri yang baru melahirkan dan juga bayinya. Suami memiliki kewajiban seperti menjaga kesehatan istri dan anak, harus memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang serta mendampingi istri dan anak saat pemenuhan pelayanan kesehatan.

“Pada saat 5 hari cuti ini ada catatan. Bukan asal diberi cuti terus enak-enakan santai. Tapi harus menjaga kesehatan istri dan anaknya. Mendukung pemberian ASI Ekslusif,” tuturnya.

“Yang paling penting ada jaminan pelayanan dan jaminan kesehatan yang harus diberikan kepada ibu dan anak,” lanjut Selly.

dr Reisa pun menyinggung soal stigma di masyarakat yang selama ini terbangun bahwa mengurus anak adalah tugas dari seorang istri. Selly menyebut, RUU KIA akan mematahkan stigma-stigma tersebut.

“Jadi dalam RUU KIA ini ayah akan ikut berperan dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Karena ayah berperan penting dalam golden age anak, termasuk saat bayi baru lahir,” terangnya.

Menurut Selly, ada klausul dalam RUU KIA bahwa mengasuh anak adalah tanggung jawab bersama ayah dan ibu. Mulai dari mempersiapkan segala hal sebelum kehamilan seperti menjaga dan memeriksakan kondisi saat perencanaan kehamilan, lalu ketika ibu hamil, sampai saat ibu melahirkan dan pasca melahirkan hingga ibu menyusui.

“Bagaimana ayah memperhatikan tumbuh kembang anak. Lalu mengasuh, memelihara, mendidik, memberikan gizi yang baik, lalu mengupayakan lingkungan yang sehat. Juga memastikan pemenuhan hak-hak anak adalah tanggung jawab ibu dan ayah. Jadi kalau dibilang ibu itu soal domestik saja adalah stigma yang salah,” urai Selly.

Ditambahkannya, kultural-kultural seperti ini yang harus diubah di ruang publik dan ruang usaha dengan literasi dan edukasi yang baik. Salah satunya, sebut Selly, melalui RUU KIA yang merupakan inisiatif DPR tersebut.

“Cuti tambahan untuk pendampingan bagi suami menjadi kado yang terbaik bagi ibu dan seluruh keluarga di Indonesia,” ucapnya.

Dalam live IG tersebut, dr Reisa turut menyampaikan sejumlah pertanyaan dari netizen untuk DPR RI mengenai RUU KIA. Salah satunya mengenai pendampingan bagi ibu yang tidak mendapatkan jatah cuti melahirkan yang layak.

“Ada pertanyaan dari Dewi Marta, soal apabila terjadi pelanggaran seperti cuti melahirkan yang tidak diberikan sebagaimana mestiny, apakah bisa dilaporkan?” tanya dr Reisa mewakili pertanyaan penonton live IG.

Selly lantas memberi jawaban tegas dari pertanyaan yang cukup banyak ditanyakan oleh masyarakat itu, khususnya ibu pekerja.

“Kalau misalnya terjadi hal-hal begitu, di dalam UU, kita akan memberikan pendampingan hukum bagi ibu-ibu yang mengalami diskriminasi hak cuti seperti itu,” tukasnya.