YOGYAKARTA – Beberapa waktu belakangan ini, pondok pesantren Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, trus disorot publik. Salah satu hal yang jadi perbincangan adalah soal saf jamaah laki-laki dan perempuan yang bercampur. Selain itu, masih ada beberapa kontroversi lain, seperti menyanyikan Havenu Shalom Alachem yang secara historis kental dengan agama Yahudi, menafsirkan Alquran secara serampangan, dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, tak heran jika warganet menganggap ponpes Al-Zaytun mengajarkan aliran sesat. Lantas, bagaimana awal mula pesantren ini berdiri? Terkait hal ini, VOI akan mengulas lebih dalam tentang sejarah pondok pesantren Al-Zaytun.
Sejarah Pondok Pesantren Al-Zaytun
Gagasan pembangunan pondok pesantren Al-Zaytun muncul sejak 1 Juni 1993, saat hari raya Idul Adha 1413 H oleh Yayasan Pesantren Indonesia (YPI). Akan tetapi, ide tersebut baru direalisasikan tiga tahun kemudian.
Ponpes Al-Zaytun didirikan oleh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang pada 13 Agustus 1996. Berdiri di atas tanah seluas 1.200 hektare, di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, pesantren ini berada di bawah naungan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI).
Peresmian ponpes Al-Zaytun dilakukan oleh Presiden ke-3 Indonesia, B.J Habibie pada 27 Agustus 1999 silam.
Pembangunan Al-Zaytun menjadi pelopor pendirian pesantren lain di wilayah Jawa Barat.
Pendirinya, Panji Gumilang memiliki visi untuk membangun akidah para santrinya melalui pendidikan Islam.
Pada tahun 2005, media kenamaan Amerika Serikat yang berbasis di Washington DC, Washington Post menobatkan pondok pesantren Al-Zaytun sebagai ponpes terbesar di Asia Tenggara.
Ciri Khas Pondok Pesantren Al Zaytun
Pondok pesantren Al-Zaytun memiliki setidaknya 10.000 santri dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Al-Zaytun menawarkan pendidikan dengan fasilitas lengkap. Berbagai fasilitas seperti lab komputer, pembelajaran bahasa asing, hingga program bilingual juga ditawarkan oleh Al Zaytun kepada calon-calon santrinya.
Dikutip dari laman resmi Al-Zaytun, ponpes ini dibangun dengan konsep modern dengan asrama yang terintegrasi. Tak cukup sampai disitu, Ponpes Al-Zaytun juga memiliki lahan persawahan dan hutan sendiri.
Pesantren ini memiliki luas total lebih dari 1.200 hektare untuk melaksanakan kegiatan pendidikan.
Dari total luas tersebut, 200 hektare di antaranya dimanfaatkan untuk kompleks sarana pendidikan, seperti gedung pembelajaran, asrama siswa putra maupun putri, serta sarana olahraga.
Salah satu bangunan paling fenomenal di kompleks Al-Zaytun adalah Masjid Rahmatan Lil Alamin. Bangunan masjid berukuran 99 x 99 meter yang merefleksikan asmaul husna.
Sedangkan enam laintainya merupakan simbol dari rukun iman. Masjid Rahmatan Lil Alamin memiliki lima buah kubah, yakni satu kubah besar yang dikelilingi empat kubah kecil berbentuk seperempat lingkaran.
Empat kubah kecil tersebut merefleksikan simbol dari empat mazhab besar dunia, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, serta Hambali. Sementara kubah besarnya, merupakan risalah Nabi Muhammad yang menaungi keempat mazhab.
Selain memiliki bangunan yang megah, ponpes Al-Zaytun mengklaim unggul dalam menerapkan sistem pendidikan dengan kualifikasi internasional.
Program pendidikan di pondok pesantren ini mengacu pada standar kualifikasi internasional, termasuk program ICDL (International Computer Driving Licence) dan ICCS (International Certificate in Computer Studies) dengan jaminan standar berskala internasional.
Demikian informasi tentang sejarah pondok pesantren Al-Zaytun. Dapatka update berita pilihan hanya di VOI.ID.