Bagikan:

AMBON - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menegaskan kepada seluruh tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia terkait kode etik keperawatan.

Hal itu disampaikan menyusul viralnya sebuah video di media sosial yang memperlihatkan tiga nakes yang membedakan pelayanan pasien BPJS Kesehatan dan umum. Video tersebut kemudian mendapat cibiran dari berbagai kalangan.

“Harusnya tidak ada perbedaan pelayanan pada pasien yang berobat ke fasilitas layanan kesehatan, baik menggunakan BPJS maupun pasien umum, karena bertentangan dengan kode etik keperawatan,” Kata Harif di Ambon, Antara, Senin, 12 Juni. 

Salah satu pedoman kode etik perawat tercantum dalam sumpah perawat yang berisi,

Saya bersumpah, bahwa Saya akan membaktikan hidup saya untuk kepentingan kemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan tanpa membeda-bedakan kesukuan, kebangsaan, keagamaan, jenis kelamin, golongan aliran, politik, dan kedudukan sosial”.

Menurut Harif, profesi perawat itu dimulai dan berada di bangku kuliah, dimana di situ mereka telah dibekali dengan berbagai nilai-nilai dalam melakukan pelayanan keperawatan.

"Oleh karena itu kami menjamin sebagian besar perawat Indonesia ini selalu memegang kode etik dalam menjalankan profesi," ujarnya.

Ia mengaku PPNI telah melakukan pengusutan terhadap kasus membeda-bedakan pelayanan pasien umum dan BPJS. Bahkan PPNI sendiri telah mengambil tindakan.

Pada prinsipnya, lanjut Harif, perawat dan tenaga kesehatan  melayani masyarakat bukan karena status sosialnya, tetapi bagaimana persoalan kesehatan yang dihadapi.

"Tidak menutup kemungkinan itu bisa terjadi di Maluku, sehingga kami mengharapkan seluruh perawat, terutama di Maluku, lebih bersikap profesional yaitu selain punya ilmu, keterampilan yang baik, etika profesinya juga diutamakan," katanya.

Ia juga menanggapi kejadian tarik-menarik pasien oleh masyarakat dengan nakes di Ambon dan Maluku pada masa pandemi COVID-19 lalu, karena ketidakpercayaan terhadap pelayanan bagi setiap pasien.

Ia menyebutkan terjadi hiruk-pikuk penolakan dari masyarakat pada masa pandemi COVID karena belum tuntas memberikan edukasi dan pemahaman baik terhadap masyarakat maupun kepada tenaga kesehatan sendiri, sehingga ketika disuguhi suatu peristiwa yang luar biasa, dibuat kelabakan.

"Tampak semua sektor tidak siap, akhirnya terjadi berbagai persoalan. Tapi setelah berjalan beberapa waktu, kita mampu mengendalikan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan," ucap Harif.