JAKARTA - Munawar (52), warga Jorong Tikalak, Nagari Tanjung Beringin, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, kaget melihat seekor harimau sumatera atau Panthera Tigris Sumatrae terjerat di sekitar perkebunan miliknya.
Satwa langka dan dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati itu terjerat oleh jerat babi hutan di lahan perkebunan milik Munawar.
Dia penasaran saat melihat ada satwa berwarna belang-belang pada jeratan babi miliknya yang dipasang di batas lahan dengan milik saudaranya, karena selama ini tidak pernah melihat satwa tersebut di kebun dan daerah lain secara langsung.
Begitu didekati, kepala harimau langsung berdiri dan ekornya bergerak-gerak. Namun harimau Sumatera itu tidak mengeluarkan suara.
Melihat satwa terjerat, ia langsung melaporkan ke pemuda setempat dan pemuda memberitahukan temuan itu kepada Polsek Lubuk Sikaping.
Mendapat laporan itu, Kapolsek Lubuk Sikaping Iptu Yufrizal memberitahukan temuan itu ke call center Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat.
Dilansir ANTARA, Jumat, 19 Mei, Kepala Balai KSDA Sumatera Barat Ardi Andono segera menurunkan Tim WRU atau Tim Penyelamat Satwa Liar terdekat, yaitu WRU Seksi Konservasi Wilayah I ke lokasi untuk melakukan penanganan terhadap satwa yang terjerat tersebut.
Tim WRU SKW I segera meluncur ke lokasi dan hasil pengcekan tim ditemukan harimau sumatera terjerat oleh jerat babi yang dipasang warga di ladang.
Dengan bantuan Polsek Lubuk Sikaping dan KPHL Pasaman Raya, tim mengamankan lokasi yang dipenuhi warga yang menyaksikan harimau sumatera di lokasi tersebut pada pukul 10.00 WIB.
Tim WRU bersama tim medis dari Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi segera melakukan penanganan satwa harimau sumatera.
Namun satwa dengan jenis kelamin betina, lebar tapak kaki tujuh centimeter dan berumur sekitar dua tahun sudah tidak terselamatkan pada pukul 12.30 WIB.
Tubuh satwa kemudian dibawa ke Polsek Lubuk Sikaping untuk identifikasi awal. Tim gabungan melakukan konferensi pers di hadapan media dan masyarakat.
Kapolsek Lubuk Sikaping Iptu Yufrizal mengatakan tubuh satwa itu dibawa ke Mako Polsek Lubuk Sikaping setelah diketahui tidak bernyawa.
Polisi melakukan tindakan itu semata-mata untuk mengamankan harimau sumatera, mengingat satwa itu dilindungi Undang-Undang.
Berdasarkan informasi di lokasi, ada satu individu harimau sumatera yang berada di sekitar lokasi satwa terjerat, sehingga BKSDA Sumbar memerintahkan Tim WRU SKW I bersama Tim Patroli Anak Nagari (PAGARI) Sontang Cubadak dan Tim PAGARI Panti Selatan untuk berpatroli penghalauan harimau sumatera untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Selanjutnya dilakukan pemasangan kamera trap atau jebak di sekitar lokasi.
BKSDA Sumbar sangat prihatin terhadap hal tersebut dan dunia konservasi berduka. BKSDA menyampaikan kepada masyarakat agar tidak memasang jerat dengan alasan apapun karena hal tersebut dapat membahayakan satwa yang dilindungi, sehingga dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAE .
Masyarakat Sumbar agar selalu berkoordinasi dengan Balai KSDA Sumbar untuk melakukan tindakan apapun menyangkut satwa dilindungi di nomor call centre 081266131222.
Gagal pernapasan
Tim Medis Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menduga kematian harimau sumatera yang terjerat oleh jerat babi di Jorong Tikalak, Nagari Tanjung Beringin, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, karena gagal pernapasan.
Dokter TMSBK Bukittinggi drh Yoli Zulfanedi mengatakan ini ditandai dengan mukosa atau lidah yang membiru atau sianosis dan diperparah dengan kondisi kondisi stres yang disebabkan karena suhu panas.
Kondisi ini terjadi, kemungkinan akibat jeratan tali pada leher satwa tersebut. Namun, hal itu belum bisa dipastikan, karena identifikasi awal satwa hanya dilakukan di Mako Polsek Lubuk Sikaping.
Tim dokter tidak menemukan luka terbuka pada bagian tubuh dari harimau berkelamin betina dengan usia di bawah dua tahun atau remaja itu.
Untuk memastikan kematian, satwa itu perlu di-nekropsi atau bedah bangkai di UPTD Rumah Sakit Hewan Sumbar di Padang.
UPTD Rumah Sakit Hewan Sumbar menyatakan nekropsi dengan melibatkan lima dokter dan paramedis dari UPTD Rumah Sakit Hewan Sumbar. Nekropsi dilakukan pada Selasa (16/5) pukul 19.37 WIB.
Nekropsi tersebut dilakukan pada bagian fisik luar terdiri dari kulit, bulu, mata, selaput lendir, rongga mulut, kaki dan tangan. Dari pengamatan luar dari kondisi fisik tidak ada perubahan sama sekali.
Selanjutnya dilakukan penyayatan untuk membuka rongga dada dan membuka bagian perut untuk melihat kejanggalan yang tidak tergambarkan saat pemeriksaan pada bagian luar atau fisik.
Hasil pengamatan yang dilakukan bersama tim dokter, terdapat beberapa kondisi tubuh yang tidak normal, yakni pada rongga dada dan perut yang terjadi perobahan secara normatif tidak seperti mati normal.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, UPTD Rumah Sakit Hewan Sumbar mengirimkan sampel organ tubuh berupa paru-paru, limpa, ginjal dan jantung ke Balai Viteriner Bukittinggi di Baso, karena untuk konfirmasi perubahan yang dilihat secara kasat mata akan lebih teguh diagnosanya secara Microsoft.
Kesimpulan penyebab kematian harimau sumatera akan dirapatkan dengan tim dokter tentang perubahan yang ada dan akan dibuat berita acaranya terkait kesimpulan akhir akibat kematian harimau itu.
Untuk luka jerat pada bagian tubuh tidak ditemukan kelainan, kecuali pada bagian perut hanya terjadi luka gores dan jerat sampai ke badan saat pemeriksaan bagian luar.
Pada leher dan tangan tidak ditemukan luka memar dan luka robek. Ambang kematian harimau kesulitan untuk bernapas. Semua fakta itu merupakan bahan mentah yang masih dianalisis apakah ada keterkaitan dari organ tersebut dengan organ lain.
BKSDA Sumbar menyimpulkan dari hasil nekropsi ditemukan adanya pendarahan pada rongga dada, pendarahan pada paru-paru, pendarahan pada leher, terpapar panas matahari yang sangat tinggi dan hipoksia akut.
Hal tersebut disebabkan karena adanya jerat melilit pada leher, dada hingga kepala satwa yang menyebabkan terganggunya pernapasan yang mengakibatkan metabolisme harimau sumatera itu tidak bekerja dengan baik.
Kadar oksigen berkurang menyebabkan jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah ke seluruh tubuh sebagai dampak dari jerat. Hal ini dapat dilihat dari jantung yang mengalami pembengkakan.
Gangguan menurunnya kadar oksigen dalam tubuh dapat terlihat dari mata dan kulit bagian dalam (mukosa) yang berwarna biru hingga berakumulasi menjadi penyebab kematian.
Selain dari faktor tersebut di atas, adanya panas matahari yang berlebih menyebabkan stres (heat stres) dan kurangnya oksigen dalam tubuh menyebabkan kematian satwa tersebut.
Tim dokter melakukan nekropsi sekitar satu jam dan setelah selesai tubuh satwa dikubur sesuai tata laksana penanganan satwa mati dan pada lokasi yang aman dari gangguan.