Bagikan:

MATARAM  - Mantan terpidana kasus korupsi fee proyek dana rehabilitasi sekolah pasca-gempa Lombok, Muhir resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon DPD ke KPU Nusa Tenggara Barat (NTB).

Muhir mengaku punya perspektif tersendiri mengapa tetap mendaftar sebagai bakal calon kendati dirinya mantan terpidana kasus korupsi.

"Hasil akhir dari MA kami di hukuman 2 tahun. Putusan PKPU pasal 11 hanya mengatur terpidana di atas 5 tahun atau lebih. Yang di bawah itu tidak diatur," ujarnya dilansir ANTARA, Jumat, 12 Mei.

Meski sebagai mantan terpidana, Muhir berharap bisa diberikan kajian oleh KPU, baik soal hukuman dan ancaman. Karena menurutnya yang tidak boleh itu di atas lima tahun.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mantan terpidana dapat mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD setelah jeda 5 tahun usai menjalani masa pidana.

Menindaklanjuti putusan MK tersebut, KPU RI kemudian telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 11 Tahun 2023 soal masa jeda mantan terpidana.

Mantan terpidana kasus korupsi fee proyek dana rehabilitasi sekolah pasca-gempa Lombok tahun 2019. Kasusnya bergulir sampai Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 2745 K/Pid.Sus/2019, Muhir dipidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp50 juta.

Ketua KPU NTB Suhardi Soud mengatakan, dalam proses pendaftaran ini pihaknya menerima seluruh pendaftar yang sebelumnya telah dinyatakan memenuhi syarat dukungan minimal dan sebaran pemilih, sehingga belum bisa memberikan penilaian terhadap kasus tersebut.

"Pada proses pendaftaran ini kita menerima pencalonan, belum memberi penilaian terhadap substansi dari persyaratan calon. Nanti kita juga akan menelaah dengan aturan perundang-undangan," terangnya.

Sementara Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu NTB, Suhardi memberikan atensi terhadap mantan terpidana mendaftar bakal calon DPD.

Terkait ketentuan mantan terpidana tersebut, Suhardi setelah ada PKPU dan putusan MK itu dihitung lima tahun sejak dia keluar dan tidak ada hubungan hukum dan teknis lagi dengan lapas.

"Menurut kita di Bawaslu sekarang dia harus diterima jika dokumennya lengkap. Nanti kita cek di proses verifikasi. Apakah dia itu memenuhi syarat atau tidak, toh kalaupun KPU akan memutuskan tidak memenuhi syarat (TMS), bakal calon punya hak mengajukan sengketa ke Bawaslu," ujarnya.

Meski demikian, lanjutnya Bawaslu siap menerima jika ada laporan sengketa dalam proses Pemilu.

"Kami atensi terus, dari 24 balon yang lolos kemarin, dua orang teridentifikasi eks terpidana kasus korupsi. Jadi kami awasi betul itu persyaratan-nya, karena ke depan ini bisa menjadi pembelajaran yang baik untuk masyarakat," katanya.