Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perdagangan sedang mendalami temuan Badan Pangan Singapura mengenai babi asal Batam, Kepulauan Riau,  yang terserang virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).

"Kami sedang mendalami itu. Penemuannya seperti apa dan kami akan lakukan cek ke produsen yang ditemukan virus itu. Dan itu lagi-lagi itu isu-isu yang bisa muncul setiap saat,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Didi Sumedi dikutip ANTARA, Kamis, 4 Mei.

Sesuai regulasi yang berlaku, Didi menegaskan eksportir harus memastikan produk yang diekspor sesuai dengan kriteria dan aturan yang berlaku di negara tujuan, serta memastikan bebas dari virus dan risiko paparan virus dan kerusakan lainnya.

Sebelum dikirim ke luar negeri, Badan Karantina Pertanian Indonesia juga turut memastikan produk yang akan diekspor telah memenuhi aturan. Begitu juga dengan Singapura sebagai importir.

“Pihak importir dalam hal ini adalah Singapura memastikan apa yang diekspor ruminansia yang lolos ekspor dalam hal ini dicek oleh Badan Karantina kita,” ucapnya.

Kendati Singapura menghentikan sementara impor babi dari Pulau Bulan, Batam itu,Didi menyampaikan bahwa pihaknya bersama Kementerian Pertanian (Kementan) tidak akan memeriksa kondisi babi dari daerah lain. Melainkan memperketat Batam agar tidak terjadi perluasan penyebaran virus.

“Zonasi ini akan diperketat di Batam jangan sampai penularan makin luas dan akan koordinasi dengan Kementan,” ungkapnya.

Badan Pangan Singapura menemukan virus demam babi Afrika pada bangkai babi di rumah pemotongan hewan di daerah Jurong, Singapura, tempat hewan itu disembelih untuk dimakan.

Impor babi dari Pulau Bulan, Batam, menyumbang sekitar 15 persen dari total pasokan daging babi di Singapura atau setara dua per tiga dari pasokan daging babi yang baru disembelih di Singapura.