Bagikan:

JAKARTA - Pemprov DKI mengamankan puluhan anjing dari tempat yang diduga menyediakan jasa jagal anjing di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat. Anjing tersebut dibawa ke tempat penampungan hewan milik Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DKPKP) DKI Jakarta.

Kepala DKPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati menuturkan, anjing tersebut dibawa karena sang pemilik tempat penjualan tidak memiliki surat pemasukan (pengantaran dan karantina), dilengkapi dengan sertifikat kesehatan para anjing yang dikirim dari Sukabumi, Jawa Barat.

"Pada kejadian itu memang tertanggakap tangan lah sejumlah beberapa ekor. Itu datang dari luar kota Jakarta memang tanpa dilengkapi dengan dokumen-dokumen lengkapnya. Nah, itu yang kita sita. Hasil penyitaan itu sekarang ada di shelter kita di Ragunan," kata Eli kepada wartawan, Rabu, 1 Maret.

Eli menuturkan, saat ini anjing-anjing tersebut tengah diperiksa kesehatannya. Sebab, ada potensi anjing sitaan itu memiliki penyakit rabies. Sebab, Pemprov DKI mengupayakan Ibu Kota bebas hewan rabies.

"Kami harus observasi selama 14 hari sambil kita pantau anjingnya. Nanti, setelah 14 hari observasi, kemudian ternyata dia (anjing) tidak terdeteksi rabies, baru kemudian kita serahkan ke kawan-kawan di komunitas untuk dipelihara," tutur Eli.

Pada Jumat, 24 Februari lalu, Pemprov DKI Jakarta bersama kepolisian melakukan penggerebekan terhadap tempat penjualan anjing yang diduga juga melakukan jagal daging anjing di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat.

Dalam penindakan ini, komunitas pencinta hewan Animal Defender juga ikut mendampingi. Pendiri Animal Defender, Doni Herdaru menyebut rumah jagal anjing tersebut jelas melanggar aturan.

"Dinas (KPKP DKI Jakarta) tadi bertanya, ada atau tidak surat-suratnya. Ternyata enggak ada. Sudah, itu kena (pelanggaran) Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan," kata Doni.

Padahal, menurut Doni, surat kesehatan merupakan syarat wajib pengiriman hewan dari luar daerah. Karenanya, anjing-anjing yang dijual di tempat tersebut tidak memiliki jaminan bebas rabies. Hal jelas membahayakan masyarakat yang membelinya.

"Potensi masuk penyebaran rabies dari wilayah endemik rabies ke wilayah DKI yang sudah bebas rabies adalah pemasukan HPR tak terkontrol, termasuk pemasukan anjing yang buat dikonsumsi. WHO pun menyebutkan bahwa transportasi hewan adalah pola penyebaran rabies paling utama," ungkap Doni.

Belum lagi, tempat tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; Undang-Undang UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; serta UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jika terbukti menjagal daging anjing dan dijual ke konsumen.

Saat penggerebekan dilakukan, petugas memang tidak menemukan adanya daging anjing yang sudah dipotong. Sang pemilik lokasi, sempat tidak mengakui adanya penjagalan daging anjing. Namun, ditemukan tempat pembakaran di lokasi tersebut.

Doni Herdaru mencurigai pembakaran tersebut digunakan untuk menghilangkan bulu dari anjing yang dipotong.

"Kita tadi menemukan tungku yang sedang nyala. Saya duga, itu habis dipakai untuk menghilangkan bulu anjing yang dijagal itu," ujar Doni.

Kecurigaan Doni menguat saat petugas menemukan beberapa potong tulang daging anjing di sana. Doni berasumsi, selain penjualan anjing yang masih hidup, tempat tersebut juga menyediakan jasa potong daging anjing yang dipilih sendiri oleh pembelinya.

"Jadinya tempat ini memberi pilihan bagi orang yang datang untuk memilih langsung anjing-anjingnya. Kalau sudah pilih, bayar, baru dipotong di lokasi," tuturnya.