JAKARTA - Pemerhati Anak dan Pendidikan, Retno Listyarti, menyoroti viralnya kasus penganiayaan seorang anak pejabat Direktorat Pajak, Mario Dandy Satriyo (MDS) yang sudah berusia dewasa (20) terhadap seorang anak pengurus GP Ansor, David, yang masih di bawah umur (17).
Penganiayaan itu dipicu karena membela pacar pelaku yang juga masih usia anak AGH (15). Karena korban masih di bawah umur, polisi akan menggunakan tuntutan dalam UU Perlindungan Anak.
Adapun Shane (19) teman dari pelaku yang statusnya dinaikan oleh polisi dari saksi menjadi tersangka. Sebab, S juga sudah bukan usia anak, karena usia anak adalah 0-18 tahun.
Retno menjelaskan, jika ternyata nantinya AGH ditetapkan juga sebagai tersangka dari proses pengembangan oleh kepolisian, maka untuk A akan digunakan UU No. 11/2012 tentang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) karena masih usia anak. Namun, sejauh ini AGH baru diperiksa dan masih berstatus sebagai saksi.
Selain penganiayaan yang dilakukan MDS, Retno juga menyoroti gaya hidup hedon dan kerap pamer kekayaan orang tuanya di media sosial. Gatal mewahnya itu menjadi jejak digital yang ramai menjadi perhatian publik. Bahkan LHKPN ayah dari pelaku yang seorang pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun menjadi sorotan publik.
Sampai-sampai, Menteri Keuangan Sri Mulyani harus merespon atensi publik melalui video resmi karena memang ulahnya telah menurunkan kepercayaan publik yang patuh membayar pajak.
“Kasus ini juga menunjukkan bahwa pola pengasuhan sangat berpengaruh pada perilaku seorang anak. Pamer kekayaan orang tua adalah salah satu sikap yang memperlihatkan bahwa anak haus pada penghargaan," ujar Retno Listyarti, dalam keterangan yang diterima Sabtu, 25 Februari.
Retno mengatakan, pelaku merasa dapat dihargai ketika memamerkan kebendaan yang dimiliki. Padahal, kata dia, ketika anak dididik untuk bangga pada dirinya sendiri karena kapasitas atau pun potensi yang dimiliki maka anak tidak perlu haus penghargaan.
"Sebagai pemerhati anak, saya mengecam Tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Dandy terhadap David karena dipicu oleh aduan sang pacar A. Apalagi penganiayaan tersebut dilakukan dengan sadis hingga mengakibatkan korban mengalami luka serius dan koma di rumah sakit," tegas Retno.
Menurut Retno, pemukulan diduga dilakukan pada bagian kepala dan perut yang jika dipukul akan berakibat fatal pada korban.
BACA JUGA:
"Ketika korbannya anak, maka kepolisian akan menggunakan pasal 76C UU Perlindungan Anak, di mana tuntutan hukumannya cukup berat, yaitu maksimal 15 tahun, apalagi si pelaku sudah bukan usia anak, jadi tidak akan ada penyelesaian di luar pengadilan (diversi)," kata Retno.
Retno menekankan, proses hukum terhadap pelaku seharusnya terus berjalan meskipun keluarga korban sudah memaafkan. "Proses hukum semestinya tetap dilanjutkan, karena ini tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa," tegas Retno lagi.
Retno menilai, David sebagai korban berhak mendapatkan pemulihan Kesehatan dan juga rehabilitasi psikologi dari dampak kekerasan yang dialami. Rehabilitasi psikologi bisa dilakukan ketika kesehatan fisik David sudah pulih nanti.
"Hak atas pendidikan juga harus tetap dipenuhi, pihak sekolah harus membantu anak David nantinya ketika sudah sehat kembali dan dibantu mengejar ketertinggalan pembelajaran selama sakit," jelas Retno.
Retno mengingatkan, kasus ini juga seharusnya menjadi pembelajaran bagi para orangtua untuk membantu anak-anaknya agar mampu mengendalikan emosi di saat marah.
"Sehingga tidak bertindak gegabah yang merugikan diri sendiri dan membahayakan orang lain," pungkas Retno.