Bagikan:

DENPASAR - Kabar duka gempa Turki menyesakkan hati Sukarmin dan Bidayati Rahmat Zaelani. Putri tercintanya, Nia Marlinda termasuk dalam lebih dari 20 ribu korban tewas akibat lindu magnitudo 7,8.

Orang tua Nia melihat prosesi penguburan jenazah putrinya di Kahramanmaras melalui rekaman video yang dikirimkan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Turki di Ankara.

Bidayati Rahmat Zaelani menceritakan dirinya bersama suami, Sukarmin menyaksikan video penguburan itu bersama anggota keluarga lainnya.

“Kemarin (9/2) kami telepon dan dikirimi video (penguburan jenazah Nia),” kata Bidayati, Jumat 10 Februari.

Dia pun mengucapkan terima kasih kepada staf KBRI Ankara yang terus membuka jalur komunikasi dengan pihak keluarga dan memberi informasi mengenai pemulasaran dan penguburan jenazah putri, beserta cucu, dan menantunya itu.

“Staf KBRI bertindak cepat (saat jenazah ditemukan) dibawa ke rumah sakit, jenazah dibersihkan, dan dikafankan,” kata Bidayati.

Bidayati sempat melihat wajah anaknya sebelum dikubur, tetapi Bidayati mengaku tak sanggup melihat wajah cucunya yang juga menjadi korban gempa.

“Wajahnya (Nia)  bersih. Tidak seperti orang yang tertindih reruntuhan,” kata dia.

Bidayati menceritakan pihak keluarga sempat berencana membawa pulang jenazah Nia bersama anaknya ke Indonesia. Pihak keluarga pun sempat menghubungi KBRI Ankara dan membahas permintaan tersebut.

“Akhirnya dari KBRI memberi masukan dan penjelasan (bahwa) bisa dipulangkan, tetapi karena kondisi tertindih reruntuhan prosesnya bisa 1–2 minggu. Tetapi karena kami orang Muslim, pemakaman harus disegerakan,” kata dia.

Bidayati dan keluarga pun akhirnya ikhlas menerima keputusan untuk menguburkan jenazah Nia dan anaknya di Kahramanmaras, kota di bagian tengah Turki yang berjarak lebih dari 600 kilometer dari Ankara, dan lebih dari 1.000 km dari Istanbul.

“Saya sebagai ibu, di mana pun Nia dimakamkan, itu tanahnya Tuhan (yang) punya juga,” kata Bidayati.

Di rumah keluarga Nia Marlinda, Bidayati dan Sukarmin membuka pintu untuk keluarga, kerabat, dan tetangga, yang ingin melayat dan ikut pengajian/tahlilan.

Kegiatan mendoakan korban itu dimulai sejak Kamis malam (9/2) dan rencananya akan terus berlangsung selama 7 hari, kemudian pada hari ke-40, dan hari ke-100 kematian Nia Marlinda.

“Sudah banyak yang melayat sejak berita (kematian beredar). Ada tahlilan sampai 7 hari itu, karena kami ada tradisi orang Lombok juga ada hari ke-40 dan hari ke-100. Ada salat gaib juga, kami sekeluarga aktif sosialisasi,” kata Bidayati yang telah tinggal di Bali selama kurang lebih 40 tahun.

Di beberapa masjid, termasuk salah satunya di Masjid Chandra Asri di Ketewel, Gianyar, Jumat, jamaah shalat Jumat menggelar shalat gaib untuk Nia Marlinda, suaminya yang berkewarganegaraan Turki, dan anaknya.