Bagikan:

SURABAYA - Satu per satu saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap fakta, detik-detik mencekam terjadi di Stadion Kanjuruhan saat laga Arema FC Vs Persebaya pada 1 Oktober 2022.

Hal itu disampaikan Eka Sandi, saat menjadi saksi korban pada sidang Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis, 19 Januari 2023. 

"Saya korban, mengetahui langsung kondisi di stadion," kata Eka, dalam kesaksiannya.

Saat menyaksikan laga Arema FC Vs Persebaya, Eka mengaku saat itu tidak mendapatkan tempat duduk di tribun stadion. Pasalnya, semua tempat duduk di tribun penuh sesak suporter.

"Begitu saya masuk ke stadiun lewat di tribun 12-13, kondisinya sudah sangat penuh penonton. Kemudian saya menonton dengan berdiri di tribun 14 sampai pertandingan selesai," ujarnya.

Eka mengatakan pertandingan antara Arema Vs Persebaya selesai sekitar pukul 21.45 WIB. Saat itu kondisi di stadiun masih normal alias belum terjadi kericuhan.

"Sesaat setelah itu, tiba-tiba ada suporter yang masuk lapangan. Saat itulah awal terjadinya kericuhan di stadion," katanya.

Tak lama kemudian, lanjut Eka, dirinya mendengar suara tembakan gas air mata oleh petugas kepolisian, dari bawah stadion mengarah ke atas tribun penonton. Kepulan asap pun langsung membuat penonton semburat.

"Tembakan pertama terlihat dari arah lapangan. Kemudian ada lagi tembakan kedua ke tribun 13, lalu tembakan berlanjut ke tribun 3 dan 4 sampai ke tribun 10. Saat itu semua penonton mulai semburat," ujarnya.

Setelah tembakan itu, Eka mengaku matanya mendadak panas. Saat itu juga Eka mencoba keluar stadion melalui pintu darurat, posisinya di bawah dekat pintu utama.

"Saat itu saya tidak melihat satup un petugas yang berjaga. Tapi Alhamdulillah saya bisa keluar stadion meski dalam keadaan muntah-muntah," katanya.

Peristiwa Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Saat itu, suporter Arema FC (Aremania) meluapkan kekecewaannya setelah tim kebanggaan mereka kalah 2-3 dari tim rival, Persebaya Surabaya.

Setelah itu, situasi menjadi tak terkendali, dan polisi kemudian menembakkan gas air mata. Berikutnya, 135 orang menjadi korban tewas dalam peristiwa tersebut.