JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan hasil survei penilaian integritas (SPI) 2022. Hasilnya, Pemerintah Kabupaten Boyolali mendapat nilai paling tinggi sebesar 88,33 persen.
Sementara untuk pemegang nilai terendah adalah Kabupaten Waropen dengan angka mencapai 45,26 persen. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan skor ini menjadi penting untuk mengetahui tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang dilakukan kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah.
"Syarat utamanya adalah tidak boleh ada korupsi. Salah satu penyebab korupsi adalah lemahnya integritas. Korupsi tidak akan terjadi kalau kita sama-sama bergerak maju membangun integritas," kata Firli saat meluncurkan hasil SPI di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember.
Selain Boyolali, ada empat kementerian, lembaga dan daerah yang mendapatkan nilai paling tinggi. Pertama, Kementerian Sekretariat Negara mendapat nilai 85,38.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mendapatkan skor 78,82. Bank Indonesia mendapatkan nilai 87,28. Lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun mendapatkan skor 83,00.
Firli mengingatkan kementerian, lembaga, dan daerah yang mendapatkan skor tinggi harus mempertahankannya. Sementara yang nilainya kecil diminta segera memperbaiki tata kelolanya.
"Perubahan itu perlu dilakukan supaya terciptanya perbaikan sistem dan tata kelola yang berdampak luas bagi masyarakat," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo yang hadir di acara tersebut menyebut nilai yang dikeluarkan KPK sudah dicatat. Langkah ini untuk mendorong perubahan tata kelola pemerintah sehingga daerah yang masih jeblok bisa ditingkatkan nilainya.
Dia meminta SPI ini juga jadi basis pengambilan kebijakan antikorupsi. "Sehingga kebijakan dapat terarah dan berdampak untuk perbaikan di masa yang akan datang," tegas John.
Adapun survei ini diikuti 222.470 responden internal yang terdiri dari jabatan setara staf atau fungsional umum. Kemudian, ada juga 162.155 responden eksternal yang terdiri dari karyawan swasta.
Hal yang dinilai adalah transparansi, integritas dalam pelaksanaan tugas, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, pengelolaan sumber daya manusia, trading of influence atau pemberian izin atau rekomendasi, pengelolaan anggaran, dan sosisalisasi antikorupsi.