Cerita Relawan Uji Klinis Vaksin Sinovac, Awalnya Khawatir dan Ragu tapi Akhirnya Merasa Yakin
ILUSTRASI/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Hingga saat ini uji klinis vaksin tahap ketiga terhadap vaksin COVID-19 yang didatangkan dari perusahaan farmasi yaitu Sinovac masih terus berlangsung. Meski begitu sudah banyak suara penolakan terhadap vaksin dari China ini karena dianggap masih belum aman dan belum teruji keefektifannya.

Mendengar kondisi ini, VOI menghubungi salah satu peserta uji klinis vaksin COVID-19 yaitu Rini Dwi Andini atau yang akrab disapa Rini. 

Perempuan berusia 37 tahun ini merupakan warga Bandung, Jawa Barat dan mendapat kesempatan untuk menjadi relawan uji klinis vaksin Sinovac.

Kepada VOI, Rini mengaku sempat merasa ragu dan khawatir untuk berperan serta dalam proses uji klinis. Namun, Rini akhirnya memutuskan bersedia menjadi satu dari ratusan relawan yang disuntikkan vaksin ini.

"Pasti awalnya saya khawatir dan ragu. Tapi kemudian saya mencari informasi dan kebetulan ada kakaknya teman saya kerja di Bio Farma," kata Rini saat dihubungi, Senin, 14 Desember.

Setelah mencari informasi dan mendengarkan informasi dari berbagai pihak dia kemudian mendapatkan pencerahan dan memutuskan untuk menjadi salah satu relawan. Apalagi setelah mendapatkan info yang memadai, Rini juga melihat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersedia untuk melakukannya dan hal ini yang kemudian membulatkan tekadnya.

"Setelah saya dapat info dan ditambah lagi saya lihat Kang Emil juga jadi relawan, ya, saya kemudian mantap buat menjadi relawan uji klinis vaksin Sinovac," ujarnya.

Alasan lainnya mengapa dia ingin menjadi relawan vaksin adalah karena dia melihat makin banyak masyarakat Indonesia yang terdampak pandemi ini bahkan hingga ada yang meninggal dunia, baik tenaga kesehatan maupun pasien. Belum lagi, mereka yang terpaksa kehilangan mata pencaharian setelah pandemi ini terjadi.

Sehingga dia berpikir, salah satu cara untuk mengakhiri ini semua adalah dengan adanya vaksin COVID-19 dan hal ini makin membulatkan tekadnya menjadi relawan vaksin.

Selanjutnya, setelah bulat tekadnya, pada Juli lalu, dia lantas mendaftarkan diri melalui link yang disebarkan melalui aplikasi pesan singkat dari akun resmi PT Bio Farma. Selanjutnya, dilanjutkan dengan mengisi formulir.

"Saya kemudian mengisi formulir terkait data diri, riwayat penyakit diri, dan keluarga yang pernah diderita seperti misalnya diabetes dan lainnya. Setelah itu, saya dipanggil untuk cek kesehatan rapid dan swab test, tes lab," katanya.

"Kemudian kalau hasilnya bagus saya dipanggil kembali untuk paparan dari tim medis dan diberikan penjelasan uji klinis vaksin seperti apa dan tanda tangan formulir kesediaan jadi relawan," imbuh Rini.

Usai tahapan administrasi, selanjutnya, sekitar pada September lalu dirinya dipanggil kembali untuk melakukan uji coba suntik vaksin dan sebelum dilakukan penyuntikan dirinya akan di uji lab terlebih dahulu.

"Saya sudah dua kali suntik. Bulan Oktober sudah diambil sampel darah untuk cek antibodi dan insyaallah, minggu ini, ada jadwal juga buat ambil darah lagi," jelasnya.

Dia juga menjelaskan, setelah vaksin ini tak begitu merasakan ada perbedaan yang signifikan. "Biasa aja sih, rasanya. Enggak ada perubahan," katanya.

Terkait kompensasi yang diterimanya sebagai relawan vaksin, Rini menjelaskan, tidak ada imbalan dalam jumlah besar yang dia terima kecuali uang transpor dan diberikan makanan ringan serta asuransi kesehatan yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu relawan perlu berobat setelah disuntik.

Lebih lanjut, pegawai swasta ini juga angkat bicara soal banyaknya masyarakat yang mempersoalkan keselamatan vaksin ini. Dia menyebut, wajar jika masyarakat masih belum percaya dengan vaksin ini. Jangankan dengan vaksin, kata Rini, masyarakat sekarang juga banyak yang belum percaya COVID-19 dan menganggap virus ini hanyalah konspirasi dan menganggapnya enteng.

Sehingga, dia meminta pemerintah untuk bergerak cepat melakukan sosialisasi. "Jadi kalau sudah fix dan secara standar penelitian sudah siap didistribusikan lebih baik dari sekarang mulai sosialisasi kenapa kita harus vaksin dan pentingnya vaksin," tegasnya.

"Saya juga kalau kebetulan di sosmed ada yang kasih opini sesat soal vaksin, saya coba kasih pandangan berdasarkan point of view dan pengalaman saya sebagai relawan. Karena saya berharap dengan memberikan informasi yang benar dan apa adanya bisa membantu banyak orang biar tidak termakan berita hoaks. Sedangkan kalau tenaga medis menolak, saya juga bingung sih. Karena menurut saya, mereka harusnya lebih paham soal kesehatan, pentingnya vaksin, dan bahayanya virus ini," pungkas Rini.