Bagikan:

JAKARTA - Dokter Spesialis Anak (Konsultan) Ikatan Dokter Anak Indonesia Hindra Irawan menilai penetapan Polio menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) menjadi bukti tidak terbantahkan bahwa imunisasi tidak boleh dilewatkan. 

“Kasus yang dilaporkan, itu tidak diimunisasi, tidak memiliki perisai dan pelindung karena orang tuanya tidak membawa anaknya imunisasi yang gratis yang telah disiapkan,” katanya dikutip ANTARA, Senin, 21 November.

Hindra menyampaikan Indonesia sebenarnya sudah lama bebas dari Polio dan telah mendapatkan sertifikat resmi dari WHO pada 2014. Namun, mencuatnya kembali kasus Polio dan ditetapkan menjadi KLB menjadi bukti bahwa cakupan imunisasi di Indonesia masih belum sesuai harapan karena Polio bisa diatasi lewat imunisasi.

“Pada daerah dengan cakupan imunisasinya yang menurun atau bahkan tidak ada imunisasi sama sekali, maka penyakit itu muncul kembali. Ini seperti yang diperlihatkan secara gamblang bahwa ada satu ada kabupaten tidak ada cakupan yang memadai, maka virus itu siap menyerang dan menyebabkan kelumpuhan,” ujarnya.

Dia menegaskan semua penyakit yang dapat dicegah imunisasi, termasuk Polio, pada umumnya dapat menyebabkan kematian, kecacatan dan menimbulkan wabah.

Para orang tua diimbau untuk segera melengkapi imunisasi pada balita dengan mendatangi puskesmas, rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan lainnya.

Dia juga meminta agar para orang tua mengubah pola pikir bahwa imunisasi bukan program pemerintah merupakan upaya pemerintah untuk melindungi warganya dari berbagai ancaman penyakit yang bisa dihindari dengan pemberian vaksin.

“Tidak ada istilah terlambat. Begitu kita tau belum lengkap, tinggal datang ke puskesmas, gratis. Kalau ke dokter anak ya bayar, ke rumah sakit kalau pemerintah yang punya tidak bayar, kalau swasta bayar. Sederhana saja, jangan dianggap imunisasi itu program pemerintah, itu kebutuhan kita, perlindungan terhadap anak cucu kita,” jelas dia.

Adapun pemerintah menetapkan status KLB Polio usai anak berusia tujuh tahun di Pidie, Aceh, yang tidak pernah divaksin apapun mengalami kelumpuhan akibatnya pengecilan pada bagian otot paha dan betis. Gejala mulai muncul pada 6 Oktober dengan keluhan demam dan merasakan gejala awal lumpuh pada 9 Oktober.