Bagikan:

PALEMBANG - Tim pengamatan laut Kantor Distrik Navigasi Kelas 1 Palembang, Sumatera Selatan akan melakukan penelitian untuk mengecek pendangkalan di alur Sungai Musi mulai tahun 2023.

Menurut Kepala Pengamatan Laut Kantor Distrik Navigasi Kelas 1 Palembang Bambang Setiawan penelitian dilaksanakan untuk mengecek pendangkalan di beberapa bagian Sungai Musi yang menyebabkan lalu lintas kapal terganggu.

Menurut hasil pengukuran digital berdasarkan peta Sumatera-Pantai Timur Sungai Musi, Ambang Luar hingga Pulo Karto, Palembang, buatan Hidro Oseanografi TNI Angkatan Laut tahun 2008, hampir setiap persimpangan alur Sungai Musi, yang alur pelayaran kapalnya mencapai 56,3 mil laut, mengalami pendangkalan.

Pendangkalan yang paling kentara tampak di ambang luar area wilayah Tanjung Buyut hingga Tanjung Carat, Sungsang, Kabupaten Banyuasin, yang mengarah ke Pelabuhan Boom Baru Palembang.

Menurut Bambang, di area tersebut terjadi pendangkalan hingga13 kilometer lebih dengan ketimpangan kedalaman antara permukaan air ke dasar sungai dari 20-22 meter menjadi 3-2 meter.

"Pada lokasi inilah yang akan dilakukan peninjauan langsung, diteliti lagi oleh tim kami, mulai awal tahun 2023, termasuk menyasar wilayah Pelabuhan Tanjung Ular, Pelabuhan Sadai, Pelabuhan Talang Duku Jambi," katanya.

Dia mengatakan penelitian diperkirakan berlangsung selama satu bulan. "Hasil kegiatan ini diharapkan bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk dilakukan upaya pengerukan alur Sungai Musi," katanya.

Pengerukan

Bambang menjelaskan pengerukan perlu dilakukan untuk mendukung kelancaran lalu lintas kapal di Sungai Musi.

Menurut dia, pendangkalan sungai sudah lama menjadi penghambat lalu lintas kapal di Sungai Musi, tetapi pengerukan belum bisa dilakukan karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah.

"Masalahnya tidak ada anggaran. Tapi informasinya pemerintah akan melibatkan pihak ketiga (untuk melakukan pengerukan) dengan konsesinya setiap kapal yang draft-nya di atas enam meter dikenakan biaya tambahan saat melintas di alur Sungai Musi," katanya.

Dia mengatakan, hal itu dilakukan karena kapal-kapal besar dengan ukuran draft di atas enam meter tidak bisa melewati alur Sungai Musi menuju Pelabuhan Boom Baru, Palembang.

Akibatnya, kapal-kapal besar dengan ukuran draft 9 meter lebih seperti kapal milik PT Pertamina dan PT Pusri mesti melepas jangkar di area yang sudah ditetapkan di wilayah ambang luar.

"Jadi karena hambatan itu mereka menerapkan ship to ship, atau komoditas yang diangkut kapal besar tersebut dibawa masuk ke Palembang dengan kapal kecil, yang memakan waktu tentunya," kata Bambang.