Bagikan:

SERANG - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan sanksi administasi terhadap dua perusahaan farmasi, lantaran diduga menggunakan bahan baku Propylene Glycol yang tercemar Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang jauh diambang batas yang ditentukan.

Kedua perusahaan itu PT Yarindo Farmatama, Cikande, Serang dan PT Universal Pharmatical Industri, Medan, Sumatera Utara.

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan kedua perusahan dilakukan tindakan sanksi administrasi berupa penghentian izin produksi, distribusi hingga penarikan kembali produk.

Diketahui BPOM melakukan respons cepat dengan adanya kasus kematian gagal ginjal akut yang diduga berasal dari obat Jenis sirop yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). Mereka melakukan penelusuran ke sejumlah perusahaan di Indonesia.

“Dalam aspek penindakan telah berkolaborasi dengan Bareskrim Polri sejak Senin 24 Oktober. Terhadap dua industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut yakni PT Yarindo Farmatama, Cikande, Serang dan PT Universal Pharmatical Industri, Medan, Sumatera Utara,” kata Penny kepada wartawan di Serang, Banten, Senin, 31 Oktober.

Dalam temuannya, lanjut Penny, pihaknya melalukan sampling terkait produk yang dipasarkan perusahaan tersebut. Hasilnya BPOM menemukan adanya perbuahan baku dan sumber pamasukannya tanpa melalui kualifikasi yang ditentukan.

“Kami menemukan bukti, bisnis farmasi melakukan perbuahan baku propylene glycol dan sumber pemasoknya tanpa melalui proses kualifikasi pemasok dan pengajuan bahan baku,” katanya.

“Harusnya dilakukan oleh praprodusen terseut sesuai aturan yang ada, apabila ada perubahan harus melaporkan badan BPOM,” sambungnya

Atas dasar itu, pihak perusahaan melakukan ketidak sesuaian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kesehatan.

Penny menambahkan, pihaknya bersama Bareskrim Polri bakal menindaklanjuti aspek pidana pada kedua perusahaan tersebut. Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan dua perusahaan hingga saksi distributor.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, patut diduga telah terjadi pidana yaitu memproduksi atau mengedarkan farmasi yang tidak memenuhi standar untuk persyaratan keamanan khasiat, kemanfaatan dan mutu.

Sebagaima tertuang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 196 dan Pasal 98 ayat 2 dan ayat 3 dengan penjara 10 dan denda paling banyak Rp1 Miliar.

Kemudian memperdagangkan yang tidak sesuai persyaratan dan ketentuan Undang-undang pasal 62 ayat 1 tahun 2018, Undang-undnag RI no 8 tentang perlindungan konsumen 5 tahun dan denda Rp2 miliar.