BNPB: 33 Orang Meninggal Akibat Bencana Hidrometeorologi di Indonesia
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto (kiri) bersama Bupati Trenggalek M Nur Arifin (kanan) berbicara kepada awak media di Trenggalek, Kamis (20/10/2022) (ANTARA/HO

Bagikan:

TRENGGALEK - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama kurun waktu 1 hingga 20 Oktober, telah terjadi 227 bencana hidrometeorologi di seluruh Indonesia dengan korban jiwa mencapai 33 orang.

"Jumlah yang tercatat korban di tiga pekan terakhir, tanggal 1 hingga 20 Oktober 2022. Di seluruh Indonesia ada 33 orang yang meninggal dunia. Ada beberapa yang hilang, dan puluhan ribu yang terdampak," kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto saat meninjau penanggulangan bencana di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur dilansir ANTARA, Kamis, 20 Oktober.

Mayoritas bencana yang terjadi adalah bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, cuaca ekstrem serta tanah longsor.

Angka kejadian dan korban jiwa ini menambah deret bencana selama kurun 2022, mulai Januari hingga 20 Oktober 2022 menjadi 2.888 peristiwa bencana dengan akumulasi korban meninggal sebanyak 188 jiwa, 28 orang masih hilang, 819 luka-luka dan lebih dari 3,63 juta jiwa mengungsi.

Banjir bandang yang melanda sejumlah desa di lima kecamatan Trenggalek menjadi salah satu fokus BNPB untuk memastikan langkah-langkah tanggap darurat bencana telah dilakukan secara benar oleh pemerintah daerah bersama lintas pemangku kepentingan lainnya, termasuk masyarakat dan sektor swasta.

Dia berharap semua langkah mitigasi dalam kerangka tanggap darurat bencana bisa berjalan lancar, sehingga bisa dilanjutkan ke tahap prarehabilitasi-rekonstruksi atau peralihan rehabilitasi rekonstruksi dan rehabilitasi rekonstruksi.

Suharyanto mengimbau kepada semua pihak, terutama masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan selama periode cuaca ekstrem akhir-akhir ini.

Sebab, potensi bencana memasuki masa hujan biasanya meningkat. Problem bencana yang terjadi juga dipicu oleh perkembangan populasi, eksploitasi sumber daya alam, dan daya dukung alam terhadap hujan yang berkurang.

"Siklus turun hujan juga ada siklus-siklus tertentu. Seperti di Trenggalek, sudah puluhan tahun baru ini terjadi (banjir besar)," ujarnya.

Dia berharap kerja sama berbagai pihak di masing-masing daerah bisa memunculkan solusi untuk meminimalisasi risiko banjir di Trenggalek dan bencana di daerah lainnya terjadi pada tahun-tahun mendatang.

"Sehingga pada 2023, di Trenggalek tidak terjadi banjir. Kalaupun terjadi, tidak seperti sekarang," katanya.