Ilmuwan Indonesia Dukung Sikap Tegas Kementerian LHK, Ikut Beberkan Kelemahan Riset Peneliti Asing
Ilustrasi orangutan. (Foto: pexels/Zak Bentley)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan surat yang melarang peneliti asing Eric Meijaard dkk masuk ke dalam kawasan konservasi di Indonesia. Sikap tegas dari KLHK Ini mendapatkan dukungan dari para ilmuwan Indonesia.

Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN RI, Dr.Wanda Kuswanda mengatakan, salah satu riset Meijaard yang menjadi bagian dari tulisan opininya di media, menggunakan metodologi pemodelan dengan prediksi asumsi dan polarisasi secara general.

Dia juga mengungkapkan, semua penulis dalam artikel tersebut adalah peneliti asing, tanpa melibatkan satupun peneliti lokal. Kelemahan lainnya adalah tidak melakukan ground check langsung di Indonesia serta tidak melakukan triangulasi data dengan kondisi riil di lapangan.

''Jadi artikel itu tidak memasukkan variabel kebijakan dan upaya-upaya lapangan konservasi orangutan yang telah dilakukan di Indonesia, hanya menggunakan variable yang mengakibatkan kecenderungan bahwa orangutan akan punah dengan sistem pemodelan yang dibangun," ujar Wanda dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 24 September.

"Ini jelas tidak menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan, namun fatalnya menjadi dasar tulisan opini lepasnya di media,'' lanjut Wanda, yang sudah dua dekade menjadi peneliti orangutan tersebut.

Kekurangan metode pemodelan yang digunakan Eric Meijaard lainnya adalah tidak memasukkan variabel yang kontinue seperti intervensi kebijakan, program konservasi, pemulihan habitat, mitigasi konflik, pemberdayaan masyarakat sekitar, dan lainnya.

Padahal, variabel itu mungkin memiliki kontribusi signifikan pada model yang dihasilkan. Peneliti juga tidak melakukan ground check lapangan sama sekali untuk memvalidasi asumsi model tersebut.

''Misalnya, ada dibangun fasilitas PLTA di habitat orangutan , bukan berarti orangutan disitu akan pasti mati, kenyataannya di lapangan meski ada PLTA, orangutannya masih ada. Tapi karena tidak ada ground check ke lapangan, diasumsikan bahwa orangutan di sana tidak ada lagi,'' kata Wanda.

Wanda sendiri telah menerbitkan jurnal internasional Q1 pada Global Ecology and Conservation bersama dua ilmuwan Indonesia lainnya dari Universitas Indonesia dan IPB.

Jurnal itu diberi judul riset 'The estimation of demographic parameters and a growth model for Tapanuli orangutan in the Batang Toru Landscape, South Tapanuli Regency, Indonesia.

''Riset ini juga menggunakan metodologi pemodelan seperti Meijaard, namun dilengkapi variabel menyesuaikan fakta lapangan. Jadi kita ground check ke lapangan," tegasnya.

"Hasil riset ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda karena ternyata laju pertumbuhan populasi orangutan Tapanuli masih bisa meningkat meskipun dengan laju yang lambat seiring dengan kebijakan-kebijakan dan program konservasi orangutan yang ada."

''Terkait ketegasan sikap KLHK, kami yakin pasti sudah ada pertimbangan yang matang. Bagi yang tidak paham masalahnya pasti dianggap pemerintah intervensi, padahal bisa saja pemerintah ingin melindungi data-data biodeversity untuk tidak disalahgunakan dengan menggunakan analisis yang kurang tepat dan bisa merugikan Indonesia oleh peneliti asing,'' lanjut Wanda.