Bagikan:

BENGKULU - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu menyebutkan dugaan sementara penyebab  gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina yang dipasangi alat GPS collar yang mati di kawasan hutan produksi Air Rami Kabupaten Mukomuko diduga karena sakit.

Kepala BKSDA Bengkulu Donal Hutasoit  mengatakan gajah tersebut dugaan sementara karena sakit namun untuk penyebab pastinya tidak dapat diketahui.

"Kami tidak dapat mengetahui penyebab pasti kematian gajah tersebut sebab saat ditemukan hanya tersisa tulang belulang gajah," kata Donal dilansir ANTARA, Jumat, 16 September.

Dia menjelaskan, dugaan penyebab gajah tersebut mati karena sakit sebab ditemukannya lubang yang diperkirakan karena benda tajam pada kaki belakang bagian kiri gajah yang berpotensi menimbulkan infeksi.

Karenanya, gajah mengalami kesulitan untuk berjalan, ditemukannya pecahan gigi bagian kiri bawah gajah dan mengalami gangguan makan.

Namun untuk penyebab gigi tersebut pecah, pihaknya tidak dapat memastikan, karena kemungkinan karena makanan gajah atau lainnya.

Karena itu, penyebab pasti kematian gajah sulit dipastikan karena adanya campur tangan manusia karena tidak ada petunjuk atau indikasi lainnya.

"Dari pengamatan kita di lapangan bahwa lokasi ditemukannya gajah tersebut banyak lahan bukaan oleh masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, Tim Patroli Konsorsium Bentang Alam Seblat di kawasan hutan produksi Air Rami Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.

Gajah Sumatera tersebut diperkirakan mati pada 20 Agustus 2022 karena pada saat itu gajah yang dipasangi kalung pelacak tidak menunjukkan pergerakan.

Pemasangan GPS Collar dilakukan pada satu gajah sumatera betina berusia sekitar 30 tahun di hutan produksi Air Rami pada 25 November 2020.