Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku mendapat banyak tawaran bantuan dari Bank Dunia untuk sektor kesehatan. Tawaran ini diberikan saat lawatannya ke Washington DC, Amerika Serikat, awal pekan ini.

Namun, ia menolak tawaran tersebut dikarenakan pemerintah Indonesia mampu mengatasi masalah pandemi COVID-19. Luhut mengaku hanya meminta Bank Dunia untuk ikut membantu Indonesia dalam program rehabilitasi mangrove yang akan dijalankan di 600 ribu hektare lahan dalam empat tahun ke depan.

"Mereka bilang, 'Kami siapkan budget untuk vaksin', saya bilang kita cukup. Sampai mereka tanya bisa apa yang bisa dibantu, saya bilang, 'Kalian bantu kami di mangrove saja. Kami punya program 600 ribu hektare replanting program dan itu adalah the largest mangrove replanting program in the world (program penanaman kembali mangrove terbesar di dunia)'," jelasnya dalam webinar yang digelar UGM di Jakarta, Selasa, 17 November.

Luhut juga menjelaskan, bahwa pihak World Bank, sudah menyiapkan anggaran untuk kebutuhan vaksinasi tersebut. Akan tetapi Indonesia tetap menolak.

"Apabila untuk sektor kesehatan, kami menolak tawaran World Bank itu. Tapi kami mempersilakan mereka memberikan bantuan untuk program lingkungan," ujarnya.

Selain menunjukkan minat pada program mangrove, Bank Dunia juga ingin ikut berpartisipasi dalam program rehabilitasi terumbu karang. Namun, Luhut dengan tegas mengingatkan bahwa program-program tersebut dibuat demi masa depan generasi Indonesia.

"Jadi kami tidak sekadar hanya untuk menyenangkan kalian. Jadi kalian juga jangan mereka kami ini harus men-service (melayani) kalian ya. Yang pertama (jadi perhatian) adalah generasi yang akan datang. Saya kira message (pesan) itu very clear (sangat jelas)," tuturnya.

Luhut juga mengatakan, dirinya meminta agar dunia tak perlu menceramahi Indonesia soal masalah lingkungan. Sebab, hal ini membuat Indonesia seakan dianggap sebagai negara yang tidak disiplin atau kurang memperhatikan masalah lingkungan.

"Jadi saya bilang, kalian enggak usah lecturing (menceramahi) kami mengenai masalah lingkungan. Karena saya beri contoh, tahun 2015 saya tangani kebakaran hutan itu ada 2 juta hektare yang terbakar. Tapi Amerika terbakar 4 juta hektare, Australia 6 juta hektare, dan kalian enggak pernah ribut. Jadi diplomasi itu straight forward (tegas) tetapi dengan humble tone (nada rendah hati)," ucapnya.