JAKARTA - Staf Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, Adityo Susilo menilai praktik pemeriksaan (testing) dan pelacakan (tracing) harus terus dioptimalkan di tengah penyebaran subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
"Satu hal yang menjadi perhatian kita semua, pemeriksaan dan pelacakan sekarang agak lebih lemah dibandingkan dengan gelombang sebelumnya," ujar Adityo Susilo dalam webinar bertema "Update on Management of COVID-19" dilansir Antara, Selasa, 28 Juni.
Dia mengingatkan angka kasus COVID-19 di Indonesia sudah mulai kembali meningkat. Oleh karena itu, pemeriksaan dan pelacakan penting dilakukan untuk mengetahui angka riil kasus COVID-19 di dalam negeri guna mencegah penyebaran kasus.
"Kalau kita enggak tes tentu kita nggak tahu angka riil kita berapa saat ini," ucapnya.
Meski kasus meningkat, lanjut dia, Indonesia patut bersyukur, karena kasus kematian akibat COVID-19 tidak tinggi seiring dengan cukup tingginya angka vaksinasi di dalam negeri. "Cakupan vaksinasi banyak membantu kita," ucapnya.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan hingga Selasa pukul 12.00 WIB vaksinasi COVID-19 dosis ketiga atau dosis penguat sudah dilakukan pada 50.220.477 orang atau 24,1 persen dari total 208.265.720 penduduk yang menjadi sasaran vaksinasi COVID-19.
BACA JUGA:
Sementara warga yang sudah mendapat vaksinasi dosis kedua sebanyak 168.900.581 orang atau sekitar 80,1 persen dari target vaksinasi. Sedangkan vaksinasi COVID-19 dosis pertama tercatat sudah dilakukan pada 201.418.060 orang atau 96,7 persen dari seluruh sasaran vaksinasi.
Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Erlina Burhan mengatakan upaya pelacakan dan penerapan protokol kesehatan perlu terus ditingkatkan.
"Memang saat ini pelacakan di Tanah Air agak kendur, demikian juga kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan mulai agak menurun. Mungkin karena salah pengertian masyarakat terhadap imbauan dari pemerintah bahwa boleh membuka masker di ruang terbuka," tuturnya.
Ia mengingatkan saat ini ada tiga penyakit yang masih dianggap endemi, yakni influenza, malaria, dan tuberculosis. "Kita tetap harus menjalankan berbagai upaya strategi pencegahan dan pengendalian, dan itu harus kuat," ucapnya.