Pelaku Penikaman di Gereja Nice Datang ke Prancis Secara Ilegal, Bagaimana Kronologinya?
Penutupan jalan di depan Notre-Dame de Nice oleh Polisi Prancis (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Pelaku pembunuhan terhadap tiga orang di sebuah gereja di Kota Nice, Brahim Aouissaoui diduga datang ke Prancis secara ilegal. Bagaimana kronologinya?

Sebelum memasuki Prancis, Aouissaoui diketahui tiba di Italia pada akhir September. Di sana ia sempat dikarantina COVID-19. 

Lempedusa merupakan area Italia yang dekat dengan lepas Tunisia yang merupakan titik pendaratan utama bagi para migran dari Afrika. Aouissaoui lalu tiba di Prancis pada awal Oktober.

Mengutip The Guardian, Jumat 30 Oktober, otoritas Prancis mengatakan Aouissaoui tidak memiliki dokumen identitas ketika polisi menembak dan menangkapnya setelah serangan itu. Namun Aouissaoui membawa dokumen yang menyebutkan bahwa dirinya dari Palang Merah Italia. Dia datang ke Prancis bukan untuk menuntut suaka politik. 

Jaksa di Sisilia mengonfirmasi bahwa Aouissaoui tiba di Lampedusa pada 20 September, kemudian menghabiskan 14 hari di kapal karantina sebelum dipindahkan ke Bari pada 9 Oktober. Tingginya angka kedatangan dari Tunisia membuat prosedur repatriasi dari Italia seringkali tertunda. Sebaliknya, Tunisia sering diberi "slip keluar", yang mengharuskan mereka meninggalkan Italia dalam waktu tujuh hari.

Aouissaoui menerima perintah seperti itu tetapi, seperti banyak orang lainnya, melakukan perjalanan secara ilegal ke Prancis. Jaksa Sisilia juga membenarkan bahwa Aouissaoui tidak memiliki dokumen dan mengatakan bahwa fotonya yang dirilis oleh polisi Prancis cocok dengan foto yang mereka miliki.

Menurut hakim, kemungkinan Aouissaoui melakukan perjalanan ke Lampedusa dengan kapal kecil. Kepolisian Eropa (Europol) mengatakan dalam sebuah laporan awal tahun ini bahwa tidak ada tanda-tanda penggunaan sistematis "migrasi tidak teratur" oleh organisasi teroris.

Namun, komite ahli PBB mengatakan penangkapan sembilan warga Suriah, seorang Mesir dan Turkmenistan di Siprus pada Mei 2020, semuanya terkait dengan kelompok yang berafiliasi dengan ISIS atau Al-Qaeda, menunjukkan bahwa calon teroris dapat menggunakan rute migrasi ilegal untuk menjangkau Eropa.

Menikam dan memenggal 

Aouissaoui bersenjatakan pisau meneriakkan "Allahu Akbar" lalu memenggal kepala seorang wanita dan membunuh dua orang lainnya di sebuah gereja di kota Nice, Prancis. Serangan tersebut terjadi bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Salah satu korban yang berusia 44 tahun sempat melarikan diri ke kafe terdekat untuk membunyikan alarm sebelum akhirnya meninggal. Polisi kemudian datang dan menghadapi Aouissaoui yang masih meneriakkan takbir. Polisi kemudian menembaknya. Aouissaoui kini berada di rumah sakit dan dalam keadaan kritis. 

Prancis, dengan komunitas Muslim terbesar di Eropa, mengalami serangkaian serangan militan Islam dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pengeboman dan penembakan pada 2015 di Paris yang menewaskan 130 orang. Pada 2016 terjadi di kota Nice di mana seorang militan mengendarai truk melalui kerumunan saat perayaan Hari Bastille. Peristiwa tersebut menewaskan 86 orang.

Seorang perwakilan Dewan Muslim Prancis juga mengutuk penikaman di gereja Nice. Ia meminta semua Muslim di Prancis untuk membatalkan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai tanda duka dan solidaritas.