Bagikan:

JAKARTA - Oknum aparatur sipil negara (ASN) pada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yaitu Yelnazi Rinto didakwa menyelewengkan uang infak Masjid Raya Sumbar dan sejumlah anggaran lain.

"Pada 2018-2019 terdakwa telah melakukan perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut secara melawan hukum," kata jaksa penuntut umum (JPU) Pitria Erwina dan Irisa Nadeja, dalam sidang dakwaan di Padang, dilansir, Selasa, 27 Oktober.

Dalam dakwaan, jaksa menguraikan, Yelnazi Rinto sejumlah uang yang diduga telah diselewengkan digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi.

Dilansir Antara beberapa perbuatan terdakwa yakni. Pertama, yaitu Uang Persediaan (UP) pada Biro Binsos Setda Provinsi Sumbar yang kini bernama Biro Mental Kesra tahun anggaran 2019 sebesar Rp799,1 juta.

"Terdakwa mentransfer uang dari rekening biro itu ke sejumlah rekening, seolah-olah untuk membayar kegiatan biro," kata jaksa.

Kedua adalah uang infak atau sedekah jamaah Masjid Raya Sumbar tahun 2013-2019 dengan anggaran sebesar Rp857,7 juta.

Ketiga adalah uang pada Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) Tuah sebesar Rp375 juta dengan cara mentransfernya terlebih dahulu ke rekening Masjid Raya Sumbar, kemudian ditarik secara pribadi.

Terakhir adalah uang sisa dana Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) 2018 sebesar Rp98,2 juta yang juga diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.

Perbuatan terdakwa itu disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1.754.979.804, berdasarkan laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara oleh Inspektorat Sumbar nomor:11/INS-Kasus/VII.2020 tanggal 28 Juli 2020.

Dalam dakwaan jaksa juga disebutkan bahwa perbuatan terdakwa yang menyelewengkan sejumlah anggaran itu, karena rangkap jabatan bendahara yang diemban.

Yelnazi Rinto menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Binsos Setda Provinsi Sumbar bertahun-tahun lamanya, yakni sejak Januari 2010 hingga April 2019.

Kemudian menjabat sebagai Bendahara Masjid Raya Sumbar pada 2014-2019, Bendahara UPZ Tuah Sakato, dan sebagai pemegang kas PHBI Sumbar 2013-2017.

Perbuatan terdakwa itu dinilai telah melanggar Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Jaksa menjeratnya dengan dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan dakwaan subsider dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Yose Ana Risalinda akan dilanjutkan pada Senin (2/11) depan, dengan agenda mendengarkan eksepsi dari terdakwa.