JAKARTA - Nasib malang menimpa MRI, seorang bocah laki-laki berusia 16 tahun yang menjadi korban kekerasan bapaknya, Eko soleh Supriyono (40), selama bertahun-tahun di rumahnya, di kawasan Tanjung Duren Selatan, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Siswa kelas 1 SMK itu mengaku, terakhir ia dipukul bapaknya pada Selasa dinihari, 17 Mei. Pukulan sang bapak menyasar pelipis MRI sebanyak tiga kali.
"Perut disabet satu kali pakai paralon," kata korban kepada wartawan, Minggu, 22 Mei, malam.
Ternyata bukan hanya MRI yang sering dipukul bapaknya. MA (14), adik MRI juga mengalami hal yang sama. Aksi Eko sebenarnya sudah diketahui oleht Bhabinkamtibmas, Ketua RT, dan dua tetangganya. Eko sempat dinasehati oleh mereka agar tidak melakukan kekerasan terhadap anaknya.
MRI mengaku, adiknya yang lebih banyak mengalami kekerasan dari bapaknya.
"Pertama, sempat ditarik (ketika adiknya sedang naik tangga) sampai jatuh dari tangga. Perut dan kaki sempat dipukul sampai (adiknya) teriak, ‘Ampun! Ampun!’” cerita korban.
BACA JUGA:
"Kedua, (dihajar) dekat kolam ikan (di dalam rumah)," tambahnya.
Korban mengatakan, Bhabinkamtibmas, Ketua RT, dan dua tetangganya datang ke rumah dan menasihati pelaku karena sebelumnya NK (38), istri pelaku yang juga korban, bersama MRI sempat melapor ke Polsek Tanjung Duren atas perbuatannya. Namun oleh petugas kepolisian di arahkan mengadu ke Bhabinkamtibmas yang ada di kelurahan.
Eko dilaporkan istri dan anaknya, setelah mengamuk dan merusak perabot rumah tangga. Pecahan beling di dalam rumah sempat melukai ketiga anaknya yang masih di bawah umur.
Sumber juga menceritakan bahwa Eko mengamuk sejak akhir April lalu, menjelang Lebaran. Eko sering marah kepada anak-anaknya, termasuk salah satu keponakan istrinya yang sedang berlibur di Jakarta, Arif (13) juga menjadi sasaran amarah.
"Sehabis tanggal 9, duit bapak sudah habis. Dia terus minta-minta ke anak-anak untuk beli rokok, makan, kopi dan meminta uang ke mama atau ngutang ke tetangga. Minta-mintanya sambil marah-marah, teriak-teriak." ucapnya.
Lebih jauh, setelah dianiaya bapaknya pada Selasa dinihari, giliran sang istri dihardik pelaku.
"Woi, Nurul! Keluar, lo! Beliin gw rokok dulu, lo, sama bersihin ini, nih, bekas beling. Jangan enak-enakan tidur, lo! Kalau enggak beliin gw rokok, gw hancurin rumah lo!" tutur sumber yang dirahasiakan namanya, menirukan ancaman Eko kepada istrinya.
Beberapa saat berselang, MRI dan adiknya sempat disarankan ibunya untuk kembali mengadu kepada polisi di Polsek Tanjung Duren. Setibanya di Polsek, keduanya lagi-lagi diarahkan petugas jaga untuk melapor kepada Bhabinkamtibmas yang sempat ke rumah.
"Adik ke kelurahan aja. Pak Nardi (Bhabinkamtibmas yang sempat ke rumah, red) ada di kelurahan," ujar polisi. Ean dan Nanda lalu meluncur ke kantor Kelurahan Tanjung Duren Selatan. Namun, tidak ada siapa-siapa di lokasi.
Di sisi lain, korban telah menginformasikan insiden yang terjadi di rumahnya, termasuk perlakuan pelaku, kepada Pamannya yang tinggal di Kota Depok, Fatah Sidik. Korban pun disarankan untuk mengungsi terlebih dahulu ke Depok demi keamanannya.
Namun saat korban ingin pergi mengungsi ke Depok, Eko jutsru mengancam mereka saat hendak ke luar rumah.
"Woi, mana kopinya? Ngapain lo bawa tas?" kata sumber menirukan ucapan Eko.
Mengetahui tidak dibelikan kopi dan rokok, pelaku lantas meneror dan mengancam MRI melalui WhatsApp.
"Kmu liat aja bsk ya han sy telnjangin kmu di lapangan!!!!! liat bsk!!!!!", "kmu bohongin ortu sendiri!!!!", "LU LIAT BSK YA!!!!!!!", "jng main2 sm bapak ya!!!!!", "Angkat!!!!! sblum kejadian fatal!!!!!", dan "bsk kmu tanggung resiko nya!!!!!"
Di sisi lain, korban mengungkapkan, sudah sejak beberapa tahun lalu dirinya menjadi bulan-bulanan bapaknya.
"Pokoknya, dari kecil dihajar terus. Salah sedikit dihajar, salah sedikit dihajar." ujarnya.
Korban menganggap bapaknya tidak akan mengubah perilakunya. Sebab sudah berulang kali berjanji tidak akan bermain kasar, berulang kali pula diingkari.
"Enggak (yakin berubah) karena dia sudah janji berkali-kali enggak akan main tangan lagi, enggak akan ungkit-ungkit masa lalu, tapi tetap saja begitu," ucapnya.
Ean lantas trauma dengan sosok bapaknya. Dirinya mau tidak bertemu Eko.
"Intinya, (mau) enggak ada Bapak. Kalau lihat bapak, auranya sudah beda aja, kayak seram. Jadi, kayak orang ketakutan, gitu," tandas korban.