MUKOMUKO - Forum Kepala Desa di Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, mengajukan penangguhan penahanan 40 orang petani, tersangka kasus dugaan pencurian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik PT Daria Dharma Pratama (DDP).
"Kami telah rapat dengan beberapa kepala desa dan kami sepakat mengajukan penangguhan penahanan warga yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) kepada polisi," kata Ketua Forum Kepala Desa Kabupaten Mukomuko Dahri Iskandar dikutip Antara, Sabtu, 14 Mei.
Sebelumnya, Polres Mukomuko menetapkan 40 tersangka kasus pencurian TBS kelapa sawit milik PT DDP, perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah ini.
Selain itu, beberapa kepala desa di Kecamatan Malin Deman juga akan melayangkan surat kepada Gubernur Bengkulu untuk menyelesaikan konflik lahan antara para petani dengan PT DDP.
Dahri meminta gugus tugas penanganan konflik agraria pemerintah daerah setempat menyelesaikan konflik agraria antara petani petani dengan PT DDP.
Pihaknya telah mengetahui 40 warga yang tergabung dalam PPPBS di wilayah ini ditangkap polisi atas laporan dan pengaduan dari PT DDP.
"Mereka membuka usaha di tempat kami tetapi mereka juga yang menangkap warga kami," ujarnya.
BACA JUGA:
Legalitas dipertanyakan
Untuk itu, katanya, sebaiknya aktivitas usaha perkebunan kelapa sawit di wilayah ini dihentikan sampai ada penyelesaian terkait legalitas kepemilikan lahan hak guna usaha (HGU) PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) di wilayahnya.
Kemudian forum kades juga mempertanyakan legalitas PT DDP di wilayah tersebut menggarap lahan PT BBS hanya dengan surat pinjam pakai lahan HGU PT BBS.
"Apakah ada aturan yang mengatur surat pinjam pakai lahan HGU," kata Dahri.
Selain itu, dipertanyakan legalitas izin prinsip HGU PT BBS yang pernah diterbitkan oleh pejabat organisasi perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah setempat.
"Kalau pejabat tersebut mengeluarkan izin prinsip di lahan HGU PT BBS, itu artinya dia telah melangkahi kewenangan Gubernur," ujar Dahri.
Sebelumnya Kapolres Mukomuko AKBP Witdiardi mengatakan kepolisian juga mengamankan barang bukti alat panen sawit atau "enggrek", mobil, buah sawit, dan handphone.
“Handphone juga kita sita karena dalam kegiatan panen buah sawit ini terorganisasi, ada yang mengajak. Dua dari 40 tersangka menggerakkan warga melalui pesan WhatsApp untuk panen buah sawit di atas lahan hak guna usaha milik perusahaan," ujar Witdiardi.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik, puluhan pelaku mengakui kalau buah sawit yang mereka panen bukanlah tanaman miliknya.
Selain itu, para pelaku juga mengakui tandan buah segar kelapa sawit yang mereka panen tersebut milik perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayahnya.