MAKI: Cabut HGU dan IUP Pengusaha yang Ancam Boikot Program Minyak Goreng Subsidi
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak pemerintah mencabut hak guna usaha (HGU) lahan perkebunan dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) perusahaan yang mengancam akan memboikot program minyak goreng bersubsidi.

Desakan ini disampaikan Boyamin setelah sejumlah perusahaan mengancam akan menarik diri dari program minyak goreng subsidi pemerintah. Penarikan ini dilakukan pasca penetapan empat orang sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya.

"MAKI meminta pemerintah bersikap tegas dengan mencabut HGU perkebunan dan IUP dari pengusaha sawit yang mengancam memboikot program minyak goreng subsidi," kata Boyamin kepada wartawan, Jumat, 22 April.

Langkah ini, sambung Boyamin, perlu dilakukan agar pengusaha sawit menyadari kebun dengan luas 9 juta hektare milik swasta sebenarnya adalah milik negara. Sebab, tanah tersebut berasal dari alih fungsi utan maupun pembebasan lahan atas izin pemerintah.

"Jadi semestinya para pengusaha harus taat dan patuh aturan dalam menjalankan bisnisnya serta tidak ada tempat untuk main ancam program pemerintah," tegasnya.

Lagipula, pemerintah telah berupaya memberikan penggantian biaya bagi perusahaan yang ikut membantu program minyak goreng bersubsidi. Sehingga, para pengusaha tetap akan untung.

Seain itu, MAKI meminta pemerintah mencabut izin ekspor bagi pengusaha 'nakal'. Menurut Boyamin, hal ini harus dilakukan karena selama ini para pengusaha CPO telah mendapat fasilitas dari pemerintah dan membuat mereka untung hingga triliunan rupiah.

"Namun, saat rakyat kesusahan akibat ulah nakal mereka, mereka malah mengancam boikot program pemerintah sehingga semestinya pemerintah harus tegas mencabut semua fasilitas dan izin ekspor pengusaha nakal yang mengancam program pemerintah," tegas Boyamin.

Selain itu, pemerintah diminta mengambil alih kebun sawit dari pengusaha nakal untuk kemudian dialihkan kepada rakyat melalui koperasi ataupun BUMN PTPN. Langkah ini penting karena selain memberikan efek jera tapi juga dapat menciptakan kedaulatan pangan.

Terakhir, MAKI mendesak Kejaksaan Agung terus melakukan penyidikan terkait kasus mafia minyak goreng ini agar jumlah tersangkanya terus bertambah. Bahkan, Boyamin mendesak agar para tersangka yang sudah ditetapkan saat ini juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Langkah di atas, kata dia, setidaknya bisa menjawab tantangan dari ancaman boikot yang disampaikan pengusaha sawit. Selain itu, ketegasan diperlukan untuk memastikan keadilan bagi seluruh rakyat di Tanah Air.

"Hal ini untuk menjawab tantangan dari ancaman boikot pengusaha sawit bahwa penegakan hukum adalah untuk keadilan seluruh rakyat dan penegakan hukum tidak bisa ditawar apalagi diancam," ujarnya.

Diberitakan sebelumya, Kejaksaan Agung menetapkan empat orang tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya. Salah satunya, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan berinisial IWW.

Sedang untuk tiga tersangka lainnya berasal dari pihak swasta yaitu Senior Manager Corporate affairs Permata Hijau Group berinisial SMA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT; dan General Manager PT Musim Mas berinisial PT.

Kejaksaan Agung menyebut tiga tersangka dari pihak perusahaan telah secara intensif berusaha mendekati Dirjen Daglu Kemendag IWW agar mengantongi izin ekspor CPO. Padahal, ketiganya bukan perusahaan yang berhak mendapatkan persetujuan ekspor.

Akibat perbuatannya, para tersangka telah menyebabkan kerugian perekonomian negara. Selain itu, mereka juga mengakibatkan mahal dan langkanya minyak goreng di Tanah Air.