JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres), Ma'ruf Amin, menyatakan bahwa akses masyarakat terhadap sarana penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak dapat membantu dalam upaya penurunan kasus stunting di masyarakat.
"Ada banyak faktor yang berkontribusi pada upaya penurunan stunting, di antaranya kesehatan lingkungan, terutama terkait sanitasi dan ketersediaan air minum layak," ujar Ma'ruf, di Kediaman Resmi Wakil Presiden, di Jakarta, sebagaimana dilansir Antara, Sabtu, 26 Maret.
Kasus stunting, dijelaskan Ma'ruf, merupakan kasus kekurangan gizi kronis pada anak yang membuat proses tumbuh-kembangnya terganggu, sehingga fisiknya lebih pendek atau kecil dibanding anak-anak seusianya.
Dalam Rapat Kerja Nasional III Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), Wapres menyebut bahwa pemerintah telah menetapkan target peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi layak untuk mempercepat penurunan stunting.
BACA JUGA:
Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, ia menjelaskan, pemerintah menargetkan 100 persen rumah tangga mempunyai akses terhadap air minum layak dan 90 persen rumah tangga mempunyai akses terhadap sanitasi layak pada 2024.
Menurut Ma'ruf, dalam tiga tahun terakhir cakupan fasilitas penyediaan air minum layak naik 1,5 persen dan cakupan sanitasi layak naik 2,9 persen sehingga persentase rumah tangga dengan akses terhadap air minum layak mencapai 90,7 persen dan rumah tangga dengan akses terhadap sanitasi layak sekitar 80,2 persen.
"Kinerja ini harus segera kita tingkatkan karena kita hanya memiliki sisa waktu dua tahun untuk mencapai target tahun 2024," tutur Ma'ruf.
Pemerintah berusaha mempercepat penurunan stunting karena masalah gizi tersebut bisa menghambat upaya pembangunan sumber daya manusia dan menimbulkan kerugian ekonomi.
"Stunting menyebabkan penurunan kecerdasan dan kemampuan kognitif serta terganggunya metabolisme tubuh, sehingga (tubuh) rentan terhadap penyakit tidak menular seperti jantung dan diabetes. Kesemuanya itu akan menurunkan produktivitas di masa depan," ungkap Ma'ruf.
"Kedua, stunting menyebabkan kerugian ekonomi sebesar dua sampai tiga persen terhadap total PDB sebuah bangsa. Bagi Indonesia, total kerugian akibat stunting mencapai lebih dari Rp300 triliun setiap tahunnya," ia menambahkan.
Selanjutnya, tambah Ma'ruf, pemerintah juga berupaya menurunkan kasus stunting yang saat ini berada di angka 24,4 persen menjadi 14 persen pada 2024. Artinya, dalam kurun waktu sekitar dua tahun ke depan pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting hingga lebih dari 10 persen.