Bagikan:

JAKARTA – Tak ingin merugi akibat kenaikan harga kedelai yang begitu tinggi. Sejumlah perajin di Kabupaten Jember, Jawa Timur mengatur strategi produksinya.

"Kami kesulitan untuk memproduksi tempe karena harga kedelai melonjak tajam, namun di sisi lain kami harus tetap memproduksi karena banyak pedagang yang memesan tempe untuk dijual kembali," kata salah seorang perajin tempe Zaenal Arifin, mengutip Antara, Senin, 28 Februari.

Puluhan perajin tempe atau pengusaha rumahan produksi tempe di Lingkungan Kedung Piring, Kelurahan Tegalbesar mengeluhkan kenaikan harga bahan baku impor yang biasa digunakan untuk membuat tempe selama sebulan terakhir.

"Untuk tetap memproduksi tempe, kami harus mengatur strategi tertentu dengan memperkecil ukuran tempe dan tidak menaikkan harga tempe yang dijual kepada pedagang," katanya.

SEE ALSO:


- https://voi.id/ekonomi/139466/kunjungan-ke-madiun-gubernur-khofifah-indar-parawansa-pantau-harga-daging-sapi-dan-stok-minyak-goreng

- https://voi.id/berita/139375/dilaporkan-gp-ansor-soal-pencemaran-nama-baik-roy-suryo-insyaallah-kita-hadapi-bersama 

- https://voi.id/berita/139317/kongres-pemuda-indonesia-sebut-gp-ansor-tak-memiliki-legal-standing-adukan-roy-suryo-ke-polisi 

- https://voi.id/berita/139282/gp-ansor-polisikan-roy-suryo-soal-fitnah-menag-yaqut-mengenai-speaker-azan-dan-contoh-anjing-menggonggong 

SEE ALSO:


Menurut dia, perajin terpaksa melakukan pengurangan ukuran tempe agar tidak merugi karena harga jual tempe juga tidak naik yakni Rp3 ribu per satuannya, sehingga strategi tersebut dilakukan.

"Mengurangi ukuran tempe itu dianggap lebih baik karena biasanya pembeli akan mengeluh jika harga tempe dinaikkan, apalagi kondisi pandemi seperti ini," katanya.

Ia mengatakan bahan baku kedelai impor yang digunakan untuk membuat tempe tidak bisa digantikan dengan kedelai lokal karena kualitasnya tidak sama yang dapat berdampak pada hasil tempe.

"Kalau menggunakan kedelai impor maka tempe tersebut bisa tahan selama 3 hari, sedangkan kalau pakai kedelai lokal maka kadang-kadang sehari sudah tumbuh jamur dan tidak bisa untuk dimasak," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan perajin tempe lainnya Aminah yang mengeluhkan mahalnya harga bahan baku kedelai selama beberapa pekan terakhir, sehingga para pembuat tempe mengatur strategi agar tidak merugi.

"Harga kedelai impor Rp11.500 per kilogram, padahal sebelumnya harga di kisaran Rp6.200 per kilogram. Saya berharap pemerintah juga memberikan solusi atas kenaikan harga kedelai, agar kami bisa tetap memproduksi tempe," katanya.

Pantauan di sejumlah pasar tradisional, para pedagang tetap menjual tempe dan tahu kepada masyarakat karena produksi tempe dan tahu tetap berjalan, namun ukurannya lebih kecil dibandingkan sebelumnya.