JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengusulkan agar Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diundur. Sebab menurutnya, perbaikan ekonomi jangan sampai terganggu oleh kontestasi pemilu.
Hal itu didapatinya usai menerima masukan dari pelaku UMKM dan para analis terkait prospek ekonomi pada tahun ini.
"Dari kunjungan saya ke daerah dan melihat prospek yang positif ke depan ini, momentum yang baik-baik ini ke depan tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, saya melihat tahun 2024 pemilu yang rencananya kita laksanakan bulan Februari itu, jangan sampai prospek ekonomi yang baik itu terganggu karena pemilu," ujar Cak Imin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 23 Februari.
Bahkan, kata Cak Imin, usulannya tersebut bakal disampaikan kepada para pimpinan partai politik lain dan Presiden RI Joko Widodo.
"Moga-moga usulan saya nanti saya sampaikan ke teman-teman pimpinan-pimpinan partai. Saya usulkan ke Presiden. Nah, apakah bisa betul ya nanti kita lihat saja apakah mungkin bisa diundur atau tidak," katanya.
Hanya saja, usulan Cak Imin tersebut mendapat penolakan baik dari parpol koalisi ataupun oposisi bahkan pengamat politik. Lalu bagaimana responsnya?
BACA JUGA:
PDIP
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Rifqinizamy Karsayuda, menyayangkan pernyataan Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang mengusulkan gelaran Pemilu 2024 diundur.
Menurut Rifqi, pernyataan ketua umum PKB itu mencederai kesepakatan yang diputuskan DPR bersama pemerintah dan KPU-Bawaslu bahwa Pemilu Serentak meliputi Pileg dan Pilpres dihelat pada 14 Februari 2024.
"Terkait pernyataan saudara Muhaimin Iskandar yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024, saya kira pernyataan itu tentu cederai kesepakatan yang telah diputuskan oleh pemerintah, penyelenggara pemilu dan DPR terkait dengan hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024," ujar Rifqi kepada wartawan, Rabu, 23 Februari.
Sementara Pilkada Serentak sepakat digelar pada November 2024. "Di mana Fraksi PKB menjadi bagian dari kesepakatan yang jadi keputusan bersama tersebut," sambungnya.
Oleh karena itu, Legislator PDIP Dapil Kalimantan Selatan itu menilai usulan Cak Imin tidak perlu ditindaklanjuti. Agar tidak muncul kegaduhan di masyarakat terkait pemilu, terlebih saat ini tengah fokus persiapan Pemilu 2024.
"Wacana Cak Imin itu tidak perlu dilanjutkan agar tidak terjadi polemik di publik," tegas Rifqi.
"Karena kita sekarang lebih baik berfokus menyusun tahapannya, termasuk mengisi berbagai kekosongan norma. Baik dalam PKPU dan Perbawaslu agar pelaksanaan pemilu 2024 itu jadi lebih baik untuk hasilkan kepemimpinan nasional yang baru," imbuhnya.
PKS
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, mengatakan pihaknya akan tetap konsisten mengikuti aturan konstitusi dimana pemilu digelar tiap lima tahun sekali digelar dan masa jabatan presiden maksimal dua periode.
"PKS akan konsisten berjuang sesuai konstitusi. Pemilu tiap lima tahun dan maksimal dua periode untuk jabatan Presiden," kata Mardani saat dihubungi, Rabu, 23 Februari.
Lagi pula, kata Mardani, Pemilu selama ini digelar tidak pernah mengganggu jalannya pembangunan. Ia mengingatkan, jika niat kuasa lebih lama justru berbahaya terutama bagi demokrasi.
"Pemilu selama ini tidak pernah mengganggu pembangunan. Justru niat berkuasa lebih lama yang bisa mengganggu proses demokrasi di negeri kita," ungkapnya.
Lebih lanjut, Mardani menegaskan, bahwa rezim otoriter justru akan muncul diawali waktu berkuasa yang begitu lama. Untuk itu, ia menilai semua harus taat pada aturan konstitusi.
"Semua rezim otoriter pada awalnya muncul karena waktu berkuasa yang lama. Karena itu, tegas konstitusi membatasi dua periode dan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali," tandasnya.
Pengamat
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menyesalkan usulan Muhaimin. Dia menilai, Cak Imin sudah menjadi bagian para oligarki untuk menggolkan penundaan pemilu.
"Ia terkesan menggadaikan partainya untuk kepentingan pribadinya," ujar Jamiluddin di Jakarta, Rabu, 23 Februari.
Menurut Jamiluddin, alasan diundurnya gelaran Pemilu 2024 agar perbaikan ekonomi tidak terganggu juga sangat tidak masuk akal. Sebab, kata dia, selama Joko Widodo menjadi presiden, belum pernah pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen, sebagaimana yang sering dijanjikan.
Padahal sebelum pandemi COVID-19, jelas Jamiluddin, pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5 persen. Pertumbuhan ekonomi semakin jeblok selama pandemi COVID-19 menghantam Indonesia.
"Karena itu, tidak ada keyakinan pertumbuhan ekonomi akan membaik bila pemilu ditunda. Justru dengan ditundanya pemilu dikhawatirkan stabilitas politik akan terganggu," katanya.
"Kalau itu terjadi, maka pembenahan ekonomi justeru akan terganggu. Sebab, masalah trust akan membebani pemerintahan Jokowi," sambungnya.
Karena itu, menurut Jamiluddin, jalan terbaik adalah tetap melaksanakan Pemilu pada tahun 2024. Sebab melalui Pemilu inilah rakyat akan mempunyai harapan baru memilih presiden yang dapat memperbaiki ekonomi.
"Suka tidak suka, masih banyak anak bangsa yang memiliki kemampuan lebih baik untuk memperbaiki carut marut negeri tercinta. Beri mereka kesempatan dengan melaksanakan Pemilu sesuai waktu yang sudah ditetapkan konstitusi," katanya.
Jamiluddin menyarankan agar Cak Imin menaati konstitusi yang mengatur pemilihan umum dilaksanakan setiap 5 tahun.
"Cak Imin harus taat konstitusi, bukan malah berpihak kepada oligarki. Itupun kalau Cak imin tak ingin mendapat amarah dari anak negeri," tandasnya.