Saran dari Dokter Reisa untuk Hindari Klaster Keluarga saat Isoman
Juru Bicara Satgas COVID-19 Reisa Broto Asmoro/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Reisa Broto Asmoro meminta seluruh masyarakat mencegah terbentuknya banyak klaster keluarga saat menjalankan isolasi mandiri (isoman) dengan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes).

“Itu salah satu celah, jadi memang pada saat pandemi ini kita benar-benar penting sekali untuk segera mendeteksi kita ini terkonfirmasi penyakit apa dan yang sekarang paling banyak beredar di sekitar kita adalah COVID-19,” kata Reisa secara daring di Jakarta, dilansir Antara, Senin, 21 Februari.

Untuk memastikan keamanan dan ketangguhan keluarga dalam menghadapi COVID-19, Reisa menuturkan setiap anggota yang mulai merasakan gejala menyerupai flu seperti batuk, pilek dan sakit tenggorokan yang diikuti demam untuk segera melakukan tes COVID-19 baik melalui tes swab antigen ataupun swab PCR.

Hal itu ditujukan untuk memutus mata rantai infeksi di dalam keluarga dan memastikan diri apakah anggota keluarga telah tertular COVID-19 atau penyakit lain seperti influenza.

“Kita harus benar-benar yakin bahwa diri kita bisa memproteksi anggota keluarga lain yang ada di rumah. Jangan sampai ada yang tertular,” tegas Reisa.

Selain memastikan diri, apabila salah satu keluarga ada yang terinfeksi, reisa meminta kepada masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dengan menjaga jarak juga memakai masker tepat di bagian hidung.

Setiap keluarga harus rajin menyemprotkan disinfektan ke setiap sisi rumah, rajin mencuci tangan serta memastikan sirkulasi udara baik dari jendela ataupun pintu berjalan dengan baik.

Masyarakat juga diimbau walaupun sedang menjalankan isolasi mandiri di rumah bersama dengan keluarga lain yang sehat, diharapkan tidak ada kontak erat lewat beraktivitas seperti makan atau menonton televisi bersama agar pembentukan klaster itu benar-benar tak terjadi.

Menurut Reisa, selain menjalankan protokol kesehatan masyarakat juga harus cermat dalam memperhatikan syarat klinis ataupun syarat rumah yang dijadikan tempat isolasi agar isolasi mandiri dapat berjalan dengan baik.

Bagi syarat klinis, masyarakat harus memastikan bahwa pasien yang melakukan isolasi mandiri memiliki usia maksimal 45 tahun, tidak memiliki komorbid dan dapat mengakses layanan kesehatan telemedisin.

Sedangkan syarat rumah untuk melakukan isolasi adalah memiliki kamar tidur dan kamar mandi terpisah yang digunakan oleh anggota keluarga lainnya. Selain itu, isolasi di rumah juga diharapkan memiliki alat periksa kesehatan seperti termometer, oksimeter ataupun pengukuran saturasi oksigen sendiri.

Ia berharap semua pihak dapat melakukan isolasi mandiri yang sesuai dengan anjuran pemerintah dan rutin melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan agar kegiatan isolasi dalam keluarga berjalan dengan baik dan optimal.

“Jadi kalau positif langsung konsultasi dan isolasi, kalau misalnya kita bergejala ringan sedikit pun, kita bisa langsung mengantisipasi untuk melakukan isolasi mandiri. Jadi kita menjaga diri kita dan orang-orang tersayang,” ucap Reisa yang juga Duta Adaptasi Kebiasaan Baru itu.