JEMBER - Bupati Jember Faida kembali jadi sorotan setelah disanksi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Kini Faida tak bisa menerima gaji hingga tunjangan selama 6 bulan.
Bupati Faida mulanya berkonflik dengan DPRD Jember. Dia dimakzulkan lewat sidang paripurna hak menyatakan pendapat (HMP) pada Rabu, 22 Juli.
Hubungan tidak harmonis ini diawali saat DPRD Jember menggunakan hak interpelasi pada 27 Desember 2019 lalu.
Satu hari sebelum sidang digelar, Faida melayangkan surat ke DPRD untuk meminta sidang paripurna dijadwal ulang. Ada beberapa alasan Faida kala itu, yakni karena Jember berstatus kejadian luar biasa (KLB) Hepatitis A sejak 26 Desember 2019.
Alasan lainnya adalah Faida mengaku memiliki jadwal bersama masyarakat yang tak bisa ditunda hingga 31 Desember 2019.
Tiga bulan berlalu. Pada 20 Maret 2020, DPRD Jember kembali menggunakan hak konstitusinya yakni hak angket. Lagi-lagi Faida enggan meghadiri panggilan dari DPRD Jember. Bahkan kala itu, Faida memerintahkan semua OPD tak menghadiri undangan Panitia Angket DPRD.
DPRD Jember menilai alasan Faida sengaja dibuat-buat dan dianggap melecehkan dewan. DPRD menggelar hak interpelasi karena menganggap Faida telah melakukan pelanggaran serius terhadap perundang-undangan yang berlaku.
Pertama, kebijakan yang mengakibatkan Pemkab Jember tidak memperoleh kuota formasi CPNS 2019. Kedua, kebijakan mutasi ASN di lingkungan Pemkab Jember yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan UU.
Ketiga, penerbitan dan pengundangan Peraturan Bupati Jember tentang Kedudukan, Susunan, Organisasi, Tugas, dan Fungsi (KSOTK) 30 OPD Pemkab Jember pada 3 Januari 2019, yang diduga melanggar peraturan pemerintah.
Keempat, kebijakan tentang pengadaan barang dan jasa yang diduga melanggar ketentuan. Kelima, kebijakan lainnya yang memiliki dampak luas kepada masyarakat, seperti sewenang-wenang memutuskan anggaran covid-19 tanpa rapat dengan DPRD hingga berujung proses hak angket.
Selain itu, Faida kerap bertindak sepihak, termasuk memotong pos anggaran dewan cukup signifikan. Sebelum dimakzulkan, ribuan warga Jember juga melakukan aksi demontrasi menuntu Faida dicopot dari jabatannya.
Para demonstran menilai Faida tak becus mengatur APBD dan buruknya komunikasi dan gagal membangun sinergitas dengan DPRD Jember. Carut marut birokrasi hingga diduga terlibat korupsi jadi alasan warga Jember meminta Faida untuk dimakzulkan.
Akibatnya, DPRD Jember memakzulkan Faida melalui sidang paripurna Hak Menyatakan Pendapat (HMP), pada Rabu, 22 Juli 2020. Dari total 50 anggota DPRD, 44 orang hadir. Semua peserta sidang dari tujuh fraksi sepakat mengusulkan pemberhentian Bupati Jember Faida. Kini, Faida menjadi satu-satunya bupati perempuan di Indonesia yang dimakzulkan DPRD.
Pemakzulan itu maknanya pemberhentian secara politik, tapi Faida masih resmi sebagai bupati. Tunggu Fatwa Mahkamah Agung sesuai ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
MA punya waktu 30 hari untuk menguji materi pemakzulan. Jika MA menyatakan pemakzulan sah, DPRD Jember mengusulkan kepada Mendagri untuk memberhentikan Faida.
Mendagri mempunyai waktu 30 hari untuk memprosesnya. Dengan demikian, masih butuh waktu sedikitnya 60 hari ke depan atau sampai September untuk resmi memberhentikan Faida jika MA menyetujuinya. Namun, sampai saat ini MA belum mengeluarkan fatwanya.
BACA JUGA:
Meski demikian, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, memberi sanksi administratif kepada Bupati Jember Faida. Sanksi administrasi ini berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan Faida selama enam bulan.
"Karena memang regulasinya demikian," kata Khofifah, di gedung Grahadi, Surabaya, Selasa, 8 September.
Sanksi kepada Faida tertuang dalam surat nomor 700/1713/060/2020 tentang penjatuhan sanksi administratif kepada Bupati Jember. Keputusan tersebut ditandatangani Gubernur Jatim Khofifah pada 2 September 2020 di Surabaya.
Khofifah menyatakan sanksi itu sesuai regulasi dalam undang-undang, berlaku bagi seluruh kepala daerah di Indonesia yang terlambat, memproses pembentukan Raperda tentang Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS).
"Regulasi tersebut berlaku tidak hanya untuk Bupati Jember, untuk untuk semua kepala daerah di Indonesia," jelasnya.
Akibat terkena sanksi itu, maka Bupati Jember Faida tidak bisa menerima hak-hak keuangan, seperti gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lainnya seperti honorarium, biaya penunjang operasional, dan hak-hak keuangan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Faida merupakan petahana yang kembali maju pada Pilkada 2020 melalui jalur independen. Ia mendaftarkan ke KPU Jember bersama calon Wakil Bupati Jember, Dwi Arya Nugraha Oktavianto, pada Minggu, 23 Februari.
Faida menjelaskan, alasan maju dari jalur independen karena belum ada partai politik yang mengusungnya. Faida juga mengklaim bahwa dirinya telah mendapat dukungan sebanyak 246.133 dari warga yang menyerahkan fotocopy KTP elektronik.