Bagikan:

ACEH - Pemerintah Aceh belum mengambil kebijakan untuk mengaktifkan pos penyekatan di setiap wilayah perlintasan dan perbatasan dalam upaya mengantisipasi penyebaran COVID-19 varian Omicron di provinsi paling barat Indonesia itu.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh Iman Murahman, mengatakan, pihaknya dan dinas terkait di daerah setempat belum mengambil langkah untuk mengoperasikan pos penyekatan di setiap wilayah perlintasan dan perbatasan, namun lebih mengutamakan vaksinasi dan protokol kesehatan.

“Kita belum aktifkan itu, karena memang kalau klaster-klaster sudah terdeteksi maka kita langsung periksa kontak erat sehingga tidak perlu lakukan penyekatan dulu,” kata Iman di Banda Aceh dilansir Antara, Jumat, 11 Februari.

Di Aceh, dia menjelaskan, kasus baru COVID-19 sudah melandai sejak beberapa bulan terakhir. Hanya dalam sepekan terakhir kasus baru COVID-19 terjadi penambahan di atas 10 kasus per hari.

Kendati demikian, kata Iman, kasus itu bukan COVID-19 varian Omicron. Balai Litbangkes Aceh juga baru mendapatkan reagen untuk mendeteksi varian Omicron melalui metode S-gene target failure (SGTF), sehingga membutuhkan waktu beberapa hari untuk pemeriksaan.

“Sehingga nanti yang kasus positif ini akan kita periksa (varian Omicron) dan pemeriksaan ini butuh waktu lama, tidak sama dengan pemeriksaan swab PCR,” kata Iman.

Saat ini, lanjut dia, Pemerintah Aceh masih mengedepankan penerapan protokol kesehatan dan percepatan vaksinasi COVID-19, dalam upaya mengantisipasi penyebaran varian Omicron.

Percepatan vaksinasi COVID-19 tersebut diutamakan terhadap kelompok lanjut usai dan kelompok rentan lainnya, mengingat varian tersebut dinilai lebih cepat terjadi penularan.

“Kalau masyarakat sudah divaksin, apalagi sudah booster maka akan lebih mengurangi tingkat penularan. Kalaupun ke depan kasus meningkat maka kita lihat dari sisi gejala berat tidak terlalu banyak dibandingkan varian sebelumnya. Jadi upaya kita protokol kesehatan dan vaksinasi,” katanya.