JAKARTA - Bripka Siswandi Yulianto sudah memaafkan pelaku teroris yang pernah menembakinya hingga kritis di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Desember 2012 silam. Tak sedikitpun terselip dendam, meski bekas luka di pipi masih terasa.
"Terorisnya sudah meninggal semua. Kalau ketemu keluarganya, sebagai manusia kita maafkan. Pesannya, jangan diulangi perbuatannya (teror),” kata Siswandi, menjawab pertanyaan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, di sela-sela Penyerahan Kompensasi untuk korban tindak pidana terorisme, di Gedung B Lantai 5 Kantor Gubernur Jateng, Rabu 9 Februari kemarin dikutip dari laman resmi pemprov.
Gubernur Ganjar didampingi Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menyerahkan dana kompensasi untuk korban tindak pidana terorisme masa lalu, yang berdomisili di Jawa Tengah. Total dana kompensasi itu Rp3,425 miliar yang diberikan kepada 22 orang.
Siswandi merupakan satu di antara penerima kompensasi. Dia merupakan korban teroris yang mengalami luka berat. Polisi yang kini bertugas di Mapolsek Slawi Polres Tegal Kabupaten Tegal itu, akan menggunakan dana kompensasi untuk keperluan sehari-hari. Selain itu juga melunasi utang untuk membayar biaya selama berobat.
"Insyaallah saya gunakan seperlunya. Selama saya berobat itu utang. Itu untuk bayar utang, buat transport. Masih banyak utang juga," ucapnya.
Ke-22 korban terorisme itu merupakan korban langsung maupun ahli waris korban meninggal dunia. Yakni, dua korban luka berat dari peristiwa penembakan anggota Polri di Poso dan peristiwa di Gereja Bethel Injil Sepuh (GBIS) Solo; tujuh korban luka sedang dari peristiwa di GBIS Solo; enam korban luka ringan dari peristiwa GBIS Solo; dan tujuh ahli waris dari korban meninggal dunia peristiwa Bom Bali II, Kedubes Australia, JW Marriot, penembakan Mapolsek Prembun Kebumen, penembakan Polsek Kentengrejo Purworejo, dan bom Kafe Bukit Sampoddo, Palopo.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, sebanyak 22 orang itu merupakan bagian dari 357 orang korban terorisme masa lalu (KTML) yang berhasil diidentifikasi LPSK bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan dinyatakan memenuhi syarat untuk menerima kompensasi. Sebanyak 357 korban berasal dari 57 peristiwa terorisme masa lalu yang tersebar di 19 provinsi di Indonesia, dan WNA serta WNI yang tinggal di Amerika Serikat, Jerman, Australia, Kanada, dan Belanda.
Menurut Hasto, penyerahan kompensasi merupakan implementasi UU Nomor 5 Tahun 2018 dan PP Nomor 35 Tahun 2020. Sejak UU itu lahir, secara terang dinyatakan seluruh korban terorisme merupakan tanggung jawab negara.
"UU Nomor 5 Tahun 2018 merupakan regulasi yang sangat progresif dan menunjukkan keberpihakan terhadap korban terorisme. Salah satu hal istimewa dari undang-undang ini adalah munculnya terobosan hukum, yang membuka kesempatan bagi korban terorisme masa lalu, untuk mendapatkan kompensasi tanpa melalui jalur pengadilan,” jelas Hasto.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berharap tidak terjadi lagi tindakan terorisme. Sebab, korban akan merasakan kesedihan yang mendalam. Dia menggarisbawahi, ada nilai yang perlu disampaikan kepada publik, yaitu saling menjaga kerukunan, dan bisa melakukan moderasi di banyak hal.
"Sehingga kita bisa rukun dan tidak sangar. Apalagi sampai menyakiti orang lain. Sekali lagi, LPSK satu tahap lebih maju lagi, punya perhatian lebih kepada korban. Mudah-mudahan manfaat,” ucap Ganjar.