MATARAM - Penyidik Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mengagendakan pelimpahan berkas Ustaz Mizan Qudsiah tersangka ujaran kebencian ke kejaksaan.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Artanto mengatakan agenda pelimpahan itu menyusul perkaranya yang kini sedang dalam tahap penelitian jaksa.
"Kami agendakan untuk segera dilimpahkan ke JPU (Jaksa Penuntut Umum), namun itu masih menunggu berkasnya dinyatakan lengkap oleh jaksa," kata Artanto dikutip Antara, Rabu, 9 Februari.
Dia mengatakan, tidak ada kendala dalam proses pemberkasan oleh penyidik. Melainkan hanya kebutuhan kelengkapan alat bukti yang perlu diperkuat.
Perihal keberadaan dari penceramah Pesantren As-Sunnah di Bagek Nyake, Kabupaten Lombok Timur itu dipastikan Artanto masih dalam pengawasan kepolisian.
"Memang sampai sekarang belum ada penahanan, tetapi kami menjamin bahwa yang bersangkutan masih berada dalam pengawasan dan pengamanan kami dari kepolisian," ujarnya.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, Ustaz Mizan disangkakan Pasal 14 ayat 1, 2 dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana itu mengatur persoalan penyebaran berita bohong yang dapat mengakibatkan keonaran di tengah masyarakat. Ancaman pidana paling berat 10 tahun penjara sesuai yang diatur dalam ayat 1.
Kemudian pada Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu mengatur soal ujaran kebencian yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Ustaz Mizan sebelumnya dalam cuplikan video ceramahnya yang berdurasi 19 detik itu ada ucapan yang diduga mendiskreditkan makam keramat para leluhur di Pulau Lombok.
Ia pun dilaporkan oleh kelompok masyarakat perihal dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ke Polda NTB.